Salah satu aturan syariat yang hanya berlaku untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau diizinkan untuk menikahi lebih dari 4 wanita.
Setiap orang yang memahami sejarah dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan benar, akan berkesimpulan, pernikahan yang beliau lakukan sangat sarat dengan tujuan yang mendukung dakwah.
Beliau pernah melangsungkan akad nikah dengan 13 wanita. Dua diantaranya meninggal sebelum beliau: Khadijah dan Zainab bintu Khuzaimah,
yang bergelar Ummul Masakin (ibunda orang miskin). Dua istri beliau
lainnya belum dikumpuli, dan sembilan istri beliau lainnya yang bertahan
hingga beliau wafat.
Berikut para ummahatul mukminin, para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
1. Khadijah bintu Khuwailid radhiyallahu ‘anha
Ulama berbeda pendapat tentang usia khadijah ketika menikah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Keterangan yang sering kita dengar, beliau menikah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
di usia 40 tahun. Berdasarkan riwayat yang disebutkan oleh Ibnu Sa’d
dalam At-Thabaqat Al-Kubro, dari Al-Waqidi. Dalam riwayat itu
dinyatakan:
وتزوجها رسول الله صلى الله عليه و سلم وهو بن خمس وعشرين سنة وخديجة يومئذ بنت أربعين سنة ولدت قبل الفيل بخمس عشرة سنة
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya (Khadijah)
ketika beliau berusia 25 tahun, sementara Khadijah berusia 40 tahun.” (Thabaqat Ibn Sa’d, 1/132)
Akan tetapi dalam riwayat Al-Hakim dengan sanadnya, dari Muhammad Ibnu Ishaq, beliau menyatakan:
وكان لها يوم تزوجها ثمان وعشرون سنة
“Pada hari pernikahannya (Khadijah), beliau berusia 28 tahun.” (Al-Mustadrak Al-Hakim, 11/157)
Kemudian dalam Al-Bidayah wan Nihayah, Ibnu Katsir mengatakan
نقل البيهقي عن الحاكم أنه كان عمر رسول الله صلى الله
عليه و سلم حين تزوج خديجة خمسا وعشرين سنة وكان عمرها إذ ذاك خمسا وثلاثين
وقيل خمسا وعشرين سنة
“Dinukil oleh Al-Baihaqi dari Al-Hakim bahwa usia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika menikah dengan Khadijah adalah 25 tahun, sedangkan usia Khadijah
ketika itu adalah 35 tahun, ada juga yang mengatakan, 25 tahun…”
(Al-Bidayah wa An-Nihayah, 2/295)
Allahu a’lam, tidak ada acuan yang cukup menenangkan dan
meyakinkan dalam hal ini, karena itu kita tidak perlu terlalu mendalami.
Lebih dari itu, orang tidak jadi sesat gara-gara salah dalam menentukan
tahun pernikahan Khadijah.
Khadijah merupakan istri pertama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. dan selama beliau bersama Khadijah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak berpoligami sampai Khadijah meninggal. Dan semua putra Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berasal dari pernikahannya dengan
Khadijah, termasuk diantaranya Fatimah istri Ali bin Abi Thalib, putri
bungsu dari Khadijah. Kecuali satu, Ibrahim. Ibrahim berasal dari ibu
Maria Al-Qibthiyah.
A’isyah radhiyallahu ‘anha mengatakan tentang Khadijah,
مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَةَ ، هَلَكَتْ ( أي : ماتت )
قَبْلَ أَنْ يَتَزَوَّجَنِي لِمَا كُنْتُ أَسْمَعُهُ يَذْكُرُهَا
Aku tidak pernah cemburu terhadap semua istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana aku cemburu kepada Khadijah. Beliau meninggal sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku, namun aku sering mendengar beliau menyebut-nyebut Khadijah. (Khadijah 3815)
2. Saudah bintu Zam’ah bin Qois radhiyallahu ‘anha
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya di
bulan Syawal tahun 10 kenabian (sekitar 3 tahun sebelum hijrah), sebulan
sepeninggal Khadijah radhiyallahu ‘anhuma. (Al-Bidayah wan Nihayah Ibnu
Katsir, 3/149).
Sebelum menikah, Saudah tidak memiliki keluarga yang menanggung
kebutuhannya selain sepupunya, Sakran bin Amr. Sepeninggal Sakran,
Saudah menjadi janda tanpa keluarga yang melindunginya. Sampai akhirnya
dinikahi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau meninggal di Madinah tahun 54 H. (Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm. 471)
3. A’isyah bintu Abi Bakr As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhma
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi A’isyah di
bulan syawal tahun 11 setelah kenabian. Dua tahun 5 bulan sebelum
hijrah dan setahun setelah beliau menikahi Saudah. (Ar-Rahiq Al-Makhtum,
hlm. 471)
Aisyah mengatakan tentang dirinya,
تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ ، وبنى بي وأنا بنت تسع سنين
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku ketika aku
berusia 6 tahun. Dan beliau kumpul bersamaku ketika aku berusia 9 tahun.
(HR. Bukhari 3894 & Muslim 1422)
Beliaulah satu-satunya istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dinikahi dalam kondisi masih gadis. (HR. Bukhari 5077). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi A’isyah di usia muda, atas perintah Allah melalui mimpi beliau. Dan mimpi nabi adalah wahyu.
A’isyah, wanita yang berakhlak mulia dan sangat
cerdas. Sebagian ulama mengatakan, A’isyah adalah wanita yang paling
paham tentang ajaran Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di seluruh
dunia. Karena jasa besar A’isyah, kita bisa mengetahui banyak sunah di
rumah tangga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau meninggal
pada tanggal 17 ramadhan, tahun 57 H. ada yang mengatakan, tahun 58 H.
dan jenazah beliau dimakamkan di Baqi’, yang sampai saat ini menjadi
incaran orang syiah. Mereka menggali kuburan A’isyah dan ingin mereka
rusak. Semoga Allah meridhai A’isyah dan menghancurkan makar syiah.
4. Hafshah bintu Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhuma
Beliau menjanda sepeninggal suaminya Khunais bin Khudzafah As-Sahmi
antara tahun 2 – 3 hijriyah. Setelah selesai masa iddah, Umar sang ayah
yang bertanggung jawab, segera mencarikan suami penggantinya. Beliau
menawarkan ke Utsman, namun Utsman belum berkeinginan menikah karena
baru ditinggal mati istrinya. Umarpun menawarkan ke Abu Bakr, namun
beliau tidak menggapinya, hingga Umarpun marah kepada Abu Bakr. Sampai
akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminangnya.
Setelah Hafshah dinikahi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Abu Bakr menemui Umar dan bertanya, ‘Apakah kamu marah dengan sikapku
kemarin?’ ‘Ya.’ Jawab Umar. Kemudian Abu Bakr menjelaskan alasannya,
فَإِنَّهُ لَمْ يَمْنَعْنِي أَنْ أَرْجِعَ إِلَيْكَ فِيمَا
عَرَضْتَ إِلا أَنِّي قَدْ عَلِمْتُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ ذَكَرَهَا ، فَلَمْ أَكُنْ لأُفْشِيَ سِرَّ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَلَوْ تَرَكَهَا
لَقَبِلْتُهَا
Tidak ada sebab yang membuatku tidak merespon tawaranmu, selain karena aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut-nyebut Hafshah. Dan Aku tidak layak membuka rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika beliau tidak berkeinginan menikahi Hafshah, niscaya akan aku terima. (HR. Bukhari 4005)
Hafshah dikenal sebagai wanita yang ahli ibadah. Sehingga beliau
disebut Shawwamah (wanita rajin puasa) dan qawwamah (wanita rajin shalat
malam). Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga. (HR.
Al-Hakim 6753, beliau shahihkan dan didiamkan oleh Adz-Dzahabi). Hafshah
wafat di bulan Sya’ban tahun 45 H di Madinah, di usia 60 tahun dan
jenazahnya dimakamkan di Baqi. Hafshah merupakan salah satu istri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling banyak dicela orang syiah. Semoga Allah meridhai Hafshah dan membinasakan makar syiah.
5. Zainab bintu Khuzaimah radhiyallahu ‘anha
Beliau bergelar Ummul Masakin, karena sangat belas kasih dengan orang
miskin dan banyak bergaul dengan mereka. Sebelumnya, beliau bersuami
Abdullah bin Jahsy radhiyallahu ‘anhu. Kemudian Abdullah meninggal di
perang Uhud. Di tahun 4 H, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menikahinya. Namun usia pernikahan beliau tidak lama. Setelah tiga bulan
berlangsung, Zainab menuju rahmat Allah, di bulan rabiul akhir, tahun 4
H. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalati jenazahnya dan beliau dimakamkan di Baqi.
6. Ummu Salamah, Hindun bintu Abi Umayyah radhiyallahu ‘anha
Ummu Salamah, sebelumnya menjadi istri Abu Salamah radhiyallahu ‘anhuma.
Bersama Abu Salamah beliau memiliki beberapa anak. Pada tahun 4 H,
kesedihan melanda keluarganya. Abu Salamah, sang suami tercinta
meninggal dunia. Namun dia tidak hanyut dalam kesedihannya. Dia
teringata pesan Nabi agar membaca satu doa ketika tertimpa musibah,
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ، اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي ، وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا
Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, ya Allah, berikanlah pahala
atas musibah yang menimpaku dan gantikanlah aku dengan yang lebih baik.
Karena siapa yang membaca doa ini akan Allah gantikan yang lebih baik. Ketika hendak berdoa, wanita sholihah ini bergumam,
أُعَاضُ خَيْرًا مِنْ أَبِي سَلَمَةَ؟ ثُمَّ قُلْتُهَا،
فَعَاضَنِي اللَّهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَآجَرَنِي فِي مُصِيبَتِي
“Saya diberi ganti yang lebih baik dari pada Abu Salamah? Akupun
tetap membacanya. kemduian Allah gantikan suami untukku Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Allah berikan pa padahal untuk musibahku.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi pengganti Abu Salamah untuknya. (HR. Muslim 918).
Terkenal dengan wannita cerdas, memberi saran suaminya dan mendukung
dakwah suaminya. Lebih dari itu, beliau dikenal wanita yang menawan.
A’isyah mengungkapkan isi hatinya terkait Ummu Salamah,
لَمَّا تَزَوَّجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أُمَّ سَلَمَةَ حَزِنْتُ حُزْنًا شَدِيدًا لِمَا ذَكَرُوا لَنَا
مِنْ جَمَالِهَا ، قَالَتْ : فَتَلَطَّفْتُ لَهَا حَتَّى رَأَيْتُهَا ،
فَرَأَيْتُهَا وَاللَّهِ أَضْعَافَ مَا وُصِفَتْ لِي فِي الْحُسْنِ
وَالْجَمَالِ ، قَالَتْ : فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِحَفْصَةَ ، وَكَانَتَا يَدًا
وَاحِدَةً ، فَقَالَتْ : لا وَاللَّهِ إِنْ هَذِهِ إِلا الْغَيْرَةُ
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi
Ummu Salamah, aku sangat sedih sekali. Karena banyak orang menyebut
kecantikan Ummu Salamah. Akupun mendekatinya untuk bisa melihatnya.
Setelah aku melihatnya, demi Allah, dia jauh-jauh lebih cantik dan lebih
indah dari apa yang aku bayangkan. Akupun menceritakannya kepada
Hafshah – mereka satu kubu – kata Hafshah, “Tidak perlu cemas, demi
Allah, itu hanya karena bawaan cemburu.” (Thabaqat Al-Kubro Ibn Sa’d,
no. 9895)
Beliau wafat tahun 59 H, ada yang mengatakan, 62 H, di usia 84 tahun dan dimakamkan di Baqi.
7. Zainab bintu Jahsy bin Rabab radhiyallahu ‘anha
Beliau masih kerabat dekat dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibu beliau, Umaimah bintu Abdul Muthalib adalah saudari ayah nabi, Abdullah. Sehingga zainab adalah sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Zainab dan Anak Angkat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Sebelum diutus sebagai nabi,
Rasulullah memiliki anak angkat bernama Zaid. Hingga orang menyebutnya,
Zaid bin Muhammad, padahal ayah aslinya adalah Haritsah. Keterangan
selengkapnya bisa anda pelajari pada artikel tentang wali nikah anak angkat. Aturan
ketika itu, anak angkat sama dengan anak nasab, sehingga tidak boleh
menikahi mantan istri anak angkat. Sampai akhirnya Allah perintahkan
agar Zainab dinikahkan dengan Zaid bin Haritsah.
Untuk sistematika pembahasan, mari kita perhatikan firman Allah yang menceritkan kejadian tersebut,
وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ
عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي
نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ
Ingatlah,
ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat
kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah
terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu Menyembunyikan
di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya…… (QS. Al-Ahzab: 37)
Pada ayat di atas, Allah menyebut sahabat Zaid dengan: ‘orang yang
Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya (dengan hidayah islam) dan kamu
(juga) telah memberi nikmat kepadanya’
Maksudnya, Zaid mendapatkan nikmat dari Allah berupa hidayah iman, dan mendapat nikmat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena dibebaskan dari status budak, kemudian dididik dalam asuhannya.
Kita kembali fokus ke Zaid dan Zainab.
Sejatinya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkeinginan untuk menikahi Zainab, dalam rangka menghapus anggapan
jahiliyah bahwa ayah angkat tidak boleh menikahi istri dari mantan anak
angkatnya. Namun Zainab masih menjadi istri Zaid, yang masyarakat
menganggapnya anak angkat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berharap agar Zaid menceraikan Zainab, sehingga beliau bisa menikahi Zainab.
Terjadilah interaksi yang tidak harmonis antara Zaid dengan Zainab. Sampai akhirnya Zaid mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang istrinya. Rasulullah-pun menasehatkan kepada Zaid seperti ayat di atas, ‘Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah’
artinya, jangan kau ceraikan istrimu Zainab dan bersabarlah, sekalipun
banyak masalah keluarga. Padahal beliau menyimpan harapan agar Zaid
menceraikan Zainab. Pada ayat di atas Allah menyatakan, ‘sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya’, yang disembunyikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hatinya, harapan agar Zaid menceraikan Zainab, sehingga beliau bisa menikahi Zainab.
Hingga akhirnya, Zaid menceraikan Zainab karena masalah rumah tangganya tidak kunjung membaik. Kita simak lanjutan ayat,
فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا
وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ
فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا
Tatkala
Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap Istrinya (menceraikannya),
Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang
mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila
anak-anak angkat itu telah menceraikan isterinya.. (QS. Al-Ahzab: 37)
[simak Tafsir Ibnu Katsir 6/424 – 425]
Ayat ini adalah ayat yang paling dibanggakan Zainab. Ketika beberapa istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menonjolkan kelebihannya di hadapan istri yang lain, Zainab menampakkan dirinya dengan mengatakan,
زوجكن أهاليكن وزوجني الله من فوق سبع سموات
“Kalian dinikahkan oleh orang tua kalian, sementara aku dinikahkan oleh Allah dari atas langit yang tujuh.” (HR. Bukhari 7420)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menikahi Zainab pada bulan Dzul Qa’dah tahun 5 H. Ada yang mengatakan,
tahun 6 H. Beliau dikenal wanita ahli ibadah dan sangat gemar
bersedekah. Beliau wafat di zaman Khalifah Umar pada tahun 20 H, di usia
53 tahun. Beliau adalah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meninggal pertama kali setelah wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
8. Juwairiyah bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anha
Sebelum masuk islam, dia bernama Barrah. Kemudian atas perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
diganti Juwairiyah. Beliau wanita istimewa dari kelompok Yahudi Bani
Musthaliq. Putri pemimpin yahudi Bani Musthaliq, Harits bin Abi Dhirar.
Di kampung bani Musthaliq, Juwairiyah menjadi Istri Musafi’ bin Shafwan.
Pernikahan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menaklukkan yahudi Bani Quraidzah karena berkhianat ketika perang
Khandaq, terdengar kabar bahwa Harits bin Abi Nadhr bersama pasukannya
Bani Musthaliq dan beberapa sekutunya dari berbagai suku arab akan
menyerang Madinah. Rasulullah pun menugaskan Buraidah bin Hashib untuk
mencari tahu kebenaran berita ini. Sahabat pemberani ini mendatangi
mereka. Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yakin
akan kebenaran berita, beliau memerintahkan para sahabat untuk bergegas
menuju Bani Musthaliq. Ternyata, Harits telah mengirim mata-mata untuk
mengintai pasukan kaum muslimin. Namun para sahabat berhasil menangkap
mata-mata ini dan mereka membunuhnya.
Mendengar kedatangan pasukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan terbunuhnya mata-matanya, Harits dan pasukannya sangat ketakutan.
Hingga suku-suku arab yang ikut bersamanya membatalkan perjanjian dan
pulang ke daerah masing-masing.
Sampailah pasukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di lembah
Al-Muraisi’. Salah satu daerah sumber air bagi bani Musthaliq. Di
sinilah beliau menyiapkan barisan pasukan dan membagi tugas
masing-masing. Hingga akhirnya, kaum muslimin berhasil mengalahkan bani
yahudi. Di perang ini, terbunuhlah Musafi’ bin Shafwan, suami
Juwairiyah. (Ar-Rahiq Al-Makhtum, hlm. 286)
Juwairiyah menjadi salah satu
wanita tawanan ketika itu. Setelah pembagian, Juwairiyah jatuh pada
kepemilikan Tsabit bin Qais. Namun Tsabit membebaskannya dengan syarat
membayar uang tertentu. Hingga datanglah Juwairiyah menghadap Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memohon agar dibantu untuk melunasi
biaya pembebasan dirinya. Beliau menerima permohonan ini dan beliau
menikahinya dengan mahar pembebasan dirinya dari status budak.
Setelah mengetahui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menikahi Juwairiyah, banyak sahabat yang membebaskan tawanannya dari
Bani Mustaliq, sebagai bentuk penghormatan untuk semua ipar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena peristiwa ini, Juwairiyah dianggap
wanita yang paling berkah bagi kaumnya.
Beliau hidup hingga masa Khalifah Muawiyah. Meninggal di Madinah tahun 56 H.
9. Ummu Habibah bintu Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhuma
Ulama berbeda pendapat tentang
nama aslinya. Ada yang mengatakan nama aslinya Ramlah. Ada juga yang
mengatakan, Hindun. Beliau sepupu Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu. Karena ibunya, Shafiyah bintu Abil ‘Ash adalah saudara Affan, ayahnya Utsman.
Sebelumnya beliau menikah dengan
Ubaidillah bin Jahsy. Bersama Ubaidillah, beliau dikaruniai seorang
putri bernama Habibah. Bersama suami dan anaknya, Ummu Habibah hijrah ke
negeri Habasyah untuk mendapatkan jaminan keamanan karena tekanan suku
Quraisy. Sesampainya di Habasyah, suaminya meninggal. Ada yang
mengatakan, suaminya murtad dan memeluk nasrani. Mendengar hal itu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim surat kepada raja
Najasyi untuk menikahkan Ummu Habibah dengannya, dan beliau mengutus
Khalid bin Said sebagai wakil beliau. Najasyi memberikan mahar untuknya
sebesarr 400 dinar. Setelah beberapa tahun di Habasyah, raja soleh ini
memulangkan Ummu Habibah ke Madinah ditemani Syurahbil bin Hasanah. (HR.
Abu Daud 2107 dan dishahihkan Al-Albani)
Beliau tinggal bersama suaminya, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
di tahun 7 H, di usia 36 tahun. Ummu Habibah meninggal di Madinah tahun
44 H, di masa Khalifah Muawiyah, Radhiyallahu ‘anhum ajma’in.
10. Shafiyah bintu Huyai bin Akhtab
Berasal dari masyarakat yahudi
Bani Nadzir. Ayahnya, Huyai bin Akhtab adalah kepala suku bani Nadzir.
Satu suku yahudi, keturunan Nabi Harun ‘alaihis salam. Ibunya bernama
Barrah bin Samuel. Saudara dari sahabat, Rifaah bin Samuel. Sebelum
masuk islam, Shafiyah menikah dengan Salam bin Masykam, seorang ahli
berkuda dan pandai bersyair. Setelah berpisah dengan Salam, Shafiyah
menikah dengan Kinanah bin Abil Haqiq.
Bani Nadzir tinggal di daerah Khaibar. Kala itu, Khaibar terkenal
sebagai kota besar, memiliki banyak benteng dan kebun kurma yang sangat
luas. Letaknya sekitar 120 km ke utara kota Madinah. Ketika perang
Khandaq, penduduk khaibar termasuk salah satu suku yang membantupasukan
bersama kaum musyrikin untuk menyerang Madinah. Mereka juga yang
memanas-manasi bani Quraidzah untuk berkhianat kepada kaum muslimin.
Masyarakat Khaibar juga sering membantu orang manafik Madinah untuk
melancarkan makarnya.
Dengan adanya perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mendapatkan titik aman untuk semakin meluaskan islam. Salah satu
sasaran beliau adalah Khaibar. Satu daerah sangat strategis yang bisa
menguatkan islam, sekaligus mengancam entitas Madinah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat berharap, agar Khaibar bisa masuk kawasan islam. Tentang Khaibar, sejatinya telah Allah sebutkan dalam Al-Quran,
وَعَدَكُمُ اللَّهُ مَغَانِمَ كَثِيرَةً تَأْخُذُونَهَا فَعَجَّلَ لَكُمْ هَذِهِ
Allah menjanjikan kepada kamu
harta rampasan yang banyak yang dapat kamu ambil, Maka disegerakan-Nya
harta rampasan ini untukmu.. (QS. Al-Fath: 20)
Mujahid menjelaskan, harta rampasan yang banyak, yang Allah janjikan adalah Khaibar. (Tafsir Ibn Katsir, 7/341).
Singkat cerita, kaum muslimin
berhasil menaklukkan bani Nadzir, dan pada peristiwa itu Kinanah, suami
Shafiyah terbunuh karena melanggar kesepakatan. Kaum muslimin pulang
dengan membawa banyak rampasan perang dan tawanan, termasuk Shafiyah.
Setelah semua tawanan dikumpulkan, datanglah Dihyah Al-Kalbi, ‘Ya
Rasulullah, berikan aku seorang budak.’ ‘Silahkan pilih budak.’ Jawab
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu, Dihyah mengambil Shafiyah untuk menjadi budaknya.
Tiba-tiba datang seorang sahabat melapor, ‘Ya Rasulullah, anda
memberi Dihyah seorang budak, Shafiyah bintu Huyai, wanita mulia dari
Quraidzah dan bani Nadhir, wanita yang hanya layak menjadi milik anda.’
‘Bawa dia kemari!’ pinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah melihatnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta Dihyah untuk mengambil budak lainnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menawarkan antara memilih islam ataukah tetap beragama Yahudi.
Shafiyahpun memilih islam dan menjadi istri Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam setelah Khaibar ditaklukkan pada tahun 7 H. Yang
istimewa, walimah pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Shafiyah dilaksanakan di perjalanan pulang 12 mil dari Khaibar menuju Madinah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyebutnya sebagai wanita Shadiqah, wanita yang jujur imannya.
(Al-Ishabah Ibn Hajar, 7/741). Beliau meninggal tahun 50 H dan
dimakamkan di Baqi.
11. Maimunah bintu Al-Harits radhiyallahu ‘anhu
Wanita terakhir yang dinikahi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah saudara Ummu Fadhl (Lubabah bintul Harits). Dan Ummu Fadhl adalah ibunda Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhum. Sehingga Maimunah adalah bibi Ibnu Abbas dari jalur ibunya. Beliau juga saudara Lubabah As-Shugra, ibunya Khalid bin Walid.
Ibunya Maimunah bernama Hindun bintu Auf. Sehingga Maimunah adalah
saudara seibu dengan Zainab bintu Khuzaimah, Ummul Masakin, istri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah wafat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menikahinya pada bulan Dzul Qo’dah tahun 7 H, seusai umrah qadha.
Maimunah mulai tinggal bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
setelah perjalanan pulang dari Mekah 9 mil menuju Madinah. Beliau
meninggal ketika perjalanan pulang dari Haji tahun 61 H di daerah Saraf
dan dimakamkan di Saraf.
A’isyah mengatakan tentang Maimunah,
ذهبت والله ميمونة.. أما إنها كانت من أتقانا لله وأوصلنا للرحم
“Maimunah telah wafat, demi Allah… dia adalah wanita yang paling
bertaqwa kepada Allah diantara dan paling menyambung silaturahim.” (HR.
Hakim 6799 dan dinilai Adz-Dzahabi: Sesuai syarat Muslim).
Demikianlah 11 wanita istimewa yang mendampingi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan menjadi keluarga beliau tanpa ada perselisihan di kalangan ulama.
Sementara ada dua wanita yang melakukan akad dengan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, namun tidak dikumpuli Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka dari Bani Kilab dan Bani Kindah. Tentang siapa nama dua wanita ini, diperselisihkan para ulama.
Disamping itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memiliki budak wanita. Dua wanita yang terkenal sebagai budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
a. Mariyah Al-Qibtiyah
Beliau adalah hadiah dari raja Muqauqis sebagai jawaban atas surat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengajaknya untuk masuk islam. Dari Mariyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mendapatkan seorang anak yang membuat beliau sangat gembira, bernama
Ibrahim. Namun putra beliau ini meninggal sebelum genap usia 2 tahun.
Beliau meninggal di masa Umar, dan jenazahnya dishalati Umar bin Khatab
dan dimakamkan bersama istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya.
b. Raihanah bintu Zaid Al-Quradziyah
Beliau tawanan bani Quraidzah, kemudian dijadikan budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. ada juga yang mengatakan, beliau dibebaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dijadikan istrinya.
Abu Ubaidah menambahkan, ada 2 lagi budak wanita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
yang satu hadiah dari Zainab dan satunya tawanan untuk penaklukan yang
lain. dan semuanya dimerdekakan sebelum beliau wafat. (Ar-Rahiq
Al-Makhtum, 472)
Allahu a’lam.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer