Allah Ta’ala berfirman:
“Dan (dirikanlah pula shalat)
subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS.
Al-Isra`: 78)
Dari Jabir bin Samurah
-radhiallahu anhu- dia berkata:
“Sesungguhnya Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam membaca pada shalat shubuh, ‘Qaf wal Qur’an al-Majid’ (surah
Qaf).” (HR. Muslim no. 458)
Dari Abu Barzah Al-Aslami
-radhiallahu anhu- dia berkata:
“Rasulullah
Shallallahu’alaihiwasallam bisa membaca dalam shalat shubuh antara enam puluh
hingga seratus ayat.” (HR. Al-Bukhari no. 508 dan Muslim no. 461)
Dari Abu Hurairah -radhiallahu
anhu- dia berkata:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
dalam shalat subuh membaca: “ALIF LAAM MIIM TANZIIL AS-Sajadah (Surah
As-Sajadah), dan ‘HAL ATAA ‘ALAL INSAANI HIINUM MINAD DAHRI (Surah Al-Insaan).”
(HR. Al-Bukhari no. 891 dan Muslim no.
879)
Dari seorang laki-laki dari
Juhainah dia berkata:
“Bahwa dia telah mendengar Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam membaca dalam shalat subuh: “IDZA ZULZILATIL-ARDHU
ZILZALAHA,” pada kedua rakaatnya.” (HR. Abu Daud no. 816 dan dinyatakan shahih
oleh Al-Albani dalam Sifatush Shalah hal. 110)
Penjelasan ringkas:
Di antara sunnah Nabi
-alaihishshalatu wassalam- dalam shalat subuh adalah memanjangkan bacaan surah
di dalamnya, hal itu karena dia adalah shalat yang disaksikan oleh para
malaikat. Beliau terus-menerus melakukan hal tersebut, hanya saja terkadang
beliau juga membaca surah pendek, misalnya mengulangi surah Az-Zalzalah pada
kedua rakaat shalat subuh.
Sumber:
http://al-atsariyyah.com/bacaan-dalam-shalat-subuh.html
BACAAN
SHALAT ZUHUR & ASHAR
Dari Abu Said Al-Khudri
-radhiallahu anhu- dia berkata:
“Sungguh iqamah shalat zhuhur
telah dikumandangkan, lalu ada seseorang yang pergi ke Baqi’ untuk buang
hajat. Setelah itu dia berwudhu kemudian
dia mendatangi (shalat jama’ah) kembali, sementara Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam masih pada raka’at pertama, hal itu karena beliau
memperpanjang bacaan padanya.” (HR.
Muslim no. 454)
Dari Abu Qatadah -radhiallahu
anhu- dia berkata:
“Rasulullah shalat mengimami kami
lalu beliau membaca surah al-fatihah dan dua surah dalam shalat zhuhur dan
ashar pada dua rakaat yang pertama. Dan terkadang beliau memperdengarkan
(bacaan) ayatnya kepada kami. Beliau memanjangkan rakaat pertama shalat zhuhur
dan memendekkan yang kedua. Dan demikian juga yang beliau lakukan dalam shalat
shubuh.” (HR. Al-Bukhari no. 759 dan Muslim no. 451)
Maksud ‘membaca surah al-fatihah
dan dua surah dalam shalat zhuhur dan ashar pada dua rakaat yang pertama’
adalah: Beliau membaca surah Al-Fatihah dan satu surah lainnya pada setiap
rakaat.
Dari Jabir bin Samurah
-radhiallahu anhu- dia berkata:
“Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam membaca dalam shalat zhuhur ‘Wal-laili idza yaghsya’, dan dalam shalat
ashar membaca surah semisal itu panjangnya. Sementara dalam shalat shubuh
beliau membaca surah yang lebih panjang dari itu.” (HR. Muslim no. 459)
Penjelasan ringkas:
Bacaan Nabi -alaihishshalatu
wassalam- dalam shalat zuhur dan ashar adalah dari salah satu dari surah-surah
mufashshal yang panjangnya pertengahan. Beliau biasanya memanjangkan bacaan
pada rakaat pertama shalat zuhur, sampai-sampai walaupun setelah iqamah ada
orang yang pergi ke daerah Baqi’ untuk buang air besar lalu dia berwudhu dan
kembali ke masjid, niscaya dia tidak akan masbuk satu rakaat pun. Sementara
pada rakaat yang kedua, beliau membaca surah yang lebih pendek dari itu, semisal
surah Al-Lail.
Hadits Abu Qatadah di atas
menunjukkan bolehnya imam sekali-sekali menjahrkan satu ayat dari surah yang
dia baca setelah al-fatihah, tapi tidak sering. Dan juga menunjukkan bagaimana
hikmah Nabi -alaihishshalatu wassalam- dalam masalah panjang dan pendeknya
bacaan pada kelima shalat waktu, dimana dalam semua itu beliau mempertimbangkan
keadaan jamaah. Wallahu a’lam.
Sumber:
http://al-atsariyyah.com/bacaan-shalat-zuhur-ashar.html
BACAAN
DALAM SHALAT MAGHRIB & ISYA
Dari Jubair bin Muth’im
-radhiallahu anhu- berkata:
“Saya mendengar Rasulullah
Shallallahu’alaihiwasallam membaca surat Ath-Thur dalam shalat Maghrib.” (HR.
Al-Bukhari no. 765 dan Muslim no. 463)
Dari Jabir -radhiallahu anhu- dia
berkata:
“Biasanya Muadz shalat bersama
Nabi Shallallahu’alaihiwasallam, kemudian dia datang, lalu mengimami kaumnya.
Maka pada suatu malam, dia melakukan shalat Isya’ bersama Nabi
Shallallahu’alaihiwasallam, kemudian setelah itu dia mendatangi kaumnya, lalu
mengimami mereka. Dalam shalatnya dia membaca surat Al-Baqarah, maka seorang
laki-laki keluar dari shalatnya, kemudian shalat sendirian, lalu pergi. Maka
mereka berkata kepadanya, “Apakah kamu berlaku munafik wahai fulan?” Dia
menjawab, “Tidak, demi Allah, aku akan mendatangi Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam,
lalu aku akan mengabarkan kepada beliau (perbuatan Muadz ini).” Lalu dia
mendatangi Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam seraya berkata, “’Wahai
Rasulullah, sesungguhnya kami para pekerja penyiram (tanaman) bekerja pada
siang hari (sehingga kecapekan), dan sesungguhnya Mu’adz shalat Isya’
bersamamu, kemudian dia datang mengimami kami dengan membaca surah Al-Baqarah.”
Maka Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam menghadap Mu’adz seraya bersabda,
“Wahai Mu’adz, apakah kamu tukang fitnah (yang membuat orang lari dari agama,
pent.). Bacalah dengan surat ini dan bacalah dengan ini.” (HR. Al-Bukhari no.
664 dan Muslim no. 465)
Dalam riwayat Al-Bukhari:
“Mengapa kamu tidak membaca saja
surat ‘Sabbihisma rabbika’, atau dengan ‘Wasysyamsi wa dluhaahaa’ atau
‘Wallaili idzaa yaghsyaa’?” Karena yang ikut shalat di belakangmu mungkin ada
orang yang lanjut usia, orang yang lemah, atau orang yang punya keperluan.”
Al-Bara’ bin Azib -radhiallahu
anhu- berkata:
“Saya pernah mendengar Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam saat shalat Isya membaca ‘WATTIINI WAZZAITUUN
(surah At-Tiin) ‘. Dan belum pernah kudengar seorang pun yang lebih indah
suaranya, atau bacaannya daripada beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 766 dan Muslim
no. 464)
Penjelasan ringkas:
Bacaan surah Nabi
-alaihishshalatu wassalam- di dalam shalatnya berbeda-beda antara satu shalat
dengan shalat yang lainnya. Terkadang dalam shalat maghrib beliau membaca surah
yang pendek dari surah-surah mufashshal dan terkadang beliau membaca surah mufashshal
yang panjang, seperti surah Ath-Thur. Surah-surah mufashshal adalah mulai dari
surah Qaf sampai An-Naas, dengan perinciang sebagai berikut: Surah Qaf sampai
An-Naba` adalah thiwal al-mufashshal (surah mufashshal yang panjang), surah
An-Naba` sampai Adh-Dhuha adalah awasith al-mufashshal (surah mufashshal yang
pertengahan), dan surah Adh-Dhuha sampai akhir adalah qishar al-mufashshal
(surah mufashshal yang pendek).
Adapun dalam shalat isya, maka
beliau telah memerintahkan Muadz untuk membaca surah Al-A’la atau Adh-Dhuha
atau Al-Lail, sementara beliau sendiri membaca surah At-Tiin.
Pelajaran lain dari hadits-hadits
di atas:
a. Surah maghrib, isya termasuk
shalat jahriyah. Karenanya para sahabat mengetahui surah yang Nabi
-alaihishshalatu wassalam- baca.
b. Suatu masjid yang punya imam
ratib tidak mengerjakan shalat berjamaah kecuali setelah imam ratib datang.
c. Semangat para sahabat untuk
shalat di belakang Nabi -alaihishshalatu wassalam-.
d. Seorang imam ratib harus
shalat lagi mengimami makmumnya walaupun dia telah shalat sebelumnya.
e. Orang yang sudah shalat wajib
lalu masuk ke sebuah masjid yang tengah didirikan shalat wajib yang sama, maka
hendaknya dia ikut shalat bersama mereka, dan shalat wajibnya untuk kedua
kalinya ini dihukumi sebagai shalat sunnah.
f. Bolehnya orang yang shalat
sunnah mengimami orang yang shalat wajib.
g. Bolehnya imam berbeda niatnya
dengan makmum.
h. Bolehnya memisahkan diri dari
jamaah shalat lalu shalat sendiri jika ada uzur syar’i yang membolehkan. Bahkan
terkadang wajib bagi dia untuk keluar dari jamaah shalat, misalnya jika dia
berhadats.
i. Harusnya mengklarifikasi
sebuah perbuatan kepada pelakunya sebelum menjatuhkan hukum kepadanya, apalagi
kalau hukumnya berupa pengkafiran atau menghukumi seorang itu munafik.
j. Bolehnya makmum mengadukan
imam masjid kepada penguasa jika imamnya melakukan kesalahan dalam shalat.
k. Orang yang melakukan suatu
amalan yang lahiriahnya jelek, hendaknya dia menyebutkan uzurnya ketika
melaksanakan amalan tersebut. Agar dia tidak mendapatkan tuduhan dan celaan
yang tidak pantas dia terima.
l. Dalam meluruskan kekeliruan
hendaknya tidak pandang bulu, walaupun yang melakukan kekeliruan itu adalah
seorang yang berilmu atau orang yang dekat dengan dirinya.
m. Ancaman yang keras bagi
orang/dai yang membuat manusia lari dari dakwah ahlussunnah, baik akibat
kesalahan mereka dalam menerapkan manhaj
ataukah karena memang sifatnya yang keras dan kurang merahmati orang
awam. Dia dinyatakan oleh Nabi -alaihishshalatu wassalam- sebagai tukang
fitnah, yakni yang membuat kerusakan.
n. Bolehnya mentahdzir tanpa
menasehati terlebih dahulu.
o. Di antara sikap dari: Berlemah
lembut dan penuh kompromi kepada orang awam, selama tidak mengantarkan kepada
perbuatan melanggar agama.
p. Harusnya dibedakan antara
kesalahan manhaj dan metode dengan kesalahan penerapan. Kesalahan manhaj bisa
mengeluarkan seseorang dari ahlussunnah, tapi tidak demikian dengan kesalahan
penerapan.
q. Di antara sifat syariat Islam
adalah: Tatkala dia melarang dari sesuatu karena suatu sebab maka dia akan
menganjurkan sesuatu yang mirip dengan itu tapi tidak melanggar sunnah.
r. Yang menjadi patokan dalam
ibadah adalah kualitas (ikhlas dan mutaba’ah), bukan kuantitas. Karenanya tidak
selamanya orang yang bacaannya panjang itu lebih besar pahalanya daripada yang
bacaannya pendek, bisa saja sebaliknya.
s. Hendaknya imam memperhatikan
maslahat dan keadaan makmum dalam hal panjangnya bacaan, lamanya ruku’ dan
sujud, dan seterusnya. Dan bukan hanya memandang dirinya, apakah dia sanggup
mengerjakannya ataukah tidak.
t. Disunnahkan untuk memperindah
suara dalam melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur`an, selama masih dalam koridor
kaidah-kaidah tajwid.
Wallahu Ta’ala A’lam, wafauqa
kulli dzi ilmin alim.
Sumber:
http://al-atsariyyah.com/bacaan-dalam-shalat-maghrib-isya.html
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer