Pertanyaan:
Assalaamu’alaikum.
Teman saya ingin melakukan khulu’ (minta cerai) dengan alasan:
1. Suaminya mengatakan bahwa dulu
niat nikahnya hanya karena dendam kepada keluarga istri, bahkan
dicurigai si lelaki menggunakan sihir pelet untuk menikahinya.
2. Diajak suaminya nonton video porno.
3. Pernah ketika piknik, teman
saya ini pake jilbab kemudian suaminya nyuruh pake kaos dan celana
pendek, tapi alhamdulillaah temen saya gak nurut.
4. Suaminya menghina keluarga istri.
5. Ketika diajak sholat, sering bilang males.
6. Temen saya dulu dinikahi dibawah ancaman si lelaki.
Apakah khulu’ dengan alasan di atas dibenarkan? Kalau suami tidak mengabulkan permintaan khulu’ istri bagaimana?
Mohon dijelaskan rincian prosedurnya seperti apa? Baik berkaitan dengan agama dan lembaga pengadilan di Indonesia.
Terima kasih
Dari: Fulanah
Jawaban:
Wa’alaikumussalam.
Syariat Islam memberikan jalan
keluar bagi pasangan suami istri ketika mereka tidak lagi merasakan
ketenangan dan kebahagiaan dalam keluarganya. Baik dalam bentuk cerai
yang itu berada di tangan suami atau gugat cerai (khulu’) sebagai
jalan keluar bagi istri yang tidak memungkinkan lagi untuk tinggal
bersama suami. Dan semuanya harus dilakukan dengan aturan yang telah
ditetapkan syariat.
Karena itulah, sang suami tidak boleh sembarangan menjatuhkan perceraian,
karena dengan demikian berarti dia telah melakukan tindak kedzaliman.
Lebih dari itu, para lelaki pun tidak dianjurkan untuk langsung beranjak
ke jenjang perceraian ketika terjadi masalah, kecuali setelah berusaha
mempertahankan keutuhan keluarganya melalu jalur islah (usaha damai)
dari perwakilan dari dua belah pihak atau usaha lainnya.
Allah tegaskan dalam firman-Nya,
وَاللَّاتِي
تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ
وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا ( ) وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ
بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا
إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا
Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya (membangkang), Maka nasehatilah mereka
dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar
(34). Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka
kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan
perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. (QS. An-Nisa: 34 – 35)
Hukum Asal Wanita Gugat Cerai Adalah Haram
Terdapat beberapa hadis yang menjelaskan hal ini, diantaranya,
Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أيُّما امرأةٍ سألت زوجَها طلاقاً فِي غَير مَا بَأْسٍ؛ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الجَنَّةِ
“Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak maka haram baginya bau surga” (HR Abu Dawud no 2226, At-Turmudzi 1187 dan dihahihkan al-Albani).
Hadits ini menunjukkan ancaman yang sangat keras bagi seorang wanita
yang meminta perceraian tanpa ada sebab yang diizinkan oleh syariat.
Dalam Aunul Ma’bud, Syarh sunan Abu Daud dijelaskan makna ‘tanpa kondisi mendesak’,
أي لغير شدة تلجئها إلى سؤال المفارقة
“Yaitu tanpa ada kondisi mendesak memaksanya untuk meminta cerai…” (Aunul Ma’bud, 6:220)
Dalam hadis lain, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُنْتَزِعَاتُ وَالْمُخْتَلِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ
“Para
wanita yang berusaha melepaskan dirinya dari suaminya, yang suka khulu’
(gugat cerai) dari suaminya, mereka itulah para wanita munafiq.” (HR. Nasa’i 3461 dan dishahihkan al-Albani)
Al-Munawi menjelaskan hadis di atas,
أي اللاتي يبذلن العوض على فراق الزوج بلا عذر شرعي
“Yaitu para wanita yang mengeluarkan biaya untuk berpisah dari suaminya tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat.’
Beliau juga menjelaskan makna munafiq dalam hadis ini,
نفاقاً عملياً والمراد الزجر والتهويل فيكره للمرأة طلب الطلاق بلا عذر شرعي
‘Munafiq amali (munafiq kecil).
Maksudnya adalah sebagai larangan keras dan ancaman. Karena itu, sangat
dibenci bagi wanita meminta cerai tanpa alasan yang dibenarkan secara
syariat.’ (At-Taisiir bi Syarh al-Jaami’ as-Shogiir, 1:607).
Hal-Hal yang Membolehkan Gugat Cerai
Hadis-hadis di atas tidaklah
memaksa wanita untuk tetap bertahan dengan suaminya sekalipun dalam
keadaan tertindas. Karena yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah melakukan gugat cerai tanpa alasan yang dibenarkan. Artinya,
jika itu dilakukan karena alasan yang benar, syariat tidak melarangnya,
bahkan dalam kondisi tertentu, seorang wanita wajib berpisah dari
suaminya.
Apa saja yang membolehkan para
istri untuk melakukan gugat cerai? Imam Ibnu Qudamah telah menyebutkan
kaidah dalam hal ini. Beliau mengatakan,
وجمله
الأمر أن المرأة إذا كرهت زوجها لخلقه أو خلقه أو دينه أو كبره أو ضعفه أو
نحو ذلك وخشيت أن لا تؤدي حق الله في طاعته جاز لها أن تخالعه بعوض تفتدي
به نفسها منه
“Kesimpulan masalah ini, bahwa
seorang wanita, jika membenci suaminya karena akhlaknya atau karena
fisiknya atau karena agamanya, atau karena usianya yang sudah tua, atau
karena dia lemah, atau alasan yang semisalnya, sementara dia khawatir
tidak bisa menunaikan hak Allah dalam mentaati sang suami, maka boleh
baginya untuk meminta khulu’ (gugat cerai) kepada suaminya dengan
memberikan biaya/ganti untuk melepaskan dirinya.” (al-Mughni, 7:323).
Mengambil faidah dari keterangan Ustadz Firanda, M.A., berikut beberapa kasus yang membolehkan sang istri melakukan gugat cerai,
1. Jika sang suami sangat nampak
membenci sang istri, akan tetapi sang suami sengaja tidak ingin
menceraikan sang istri agar sang istri menjadi seperti wanita yang
tergantung.
2. Akhlak suami yang buruk terhadap sang istri, seperti suka menghinanya atau suka memukulnya.
3. Agama sang suami yang buruk,
seperti sang suami yang terlalu sering melakukan dosa-dosa, seperti
minum khomr, berjudi, berzina, atau sering meninggalkan sholat, suka
mendengar musik, dll
4. Jika sang suami tidak
menunaikan hak utama sang istri, seperti tidak memberikan nafkah
kepadanya, atau tidak membelikan pakaian untuknya, dan
kebutuhan-kebutuhan primer yang lainnya, padahal sang suami mampu.
5. Jika sang suami ternyata tidak
bisa menggauli istrinya dengan baik, misalnya jika sang suami cacat,
atau tidak bisa melakukan hubungan biologis, atau tidak adil dalam mabit
(jatah menginap), atau tidak mau atau jarang memenuhi kebutuhan
biologisnya karena condong kepada istri yang lain.
6. Jika sang wanita sama sekali
tidak membenci sang suami, hanya saja sang wanita khawatir tidak bisa
menjalankan kewajibannya sebagai istri sehingga tidak bisa menunaikan
hak-hak suaminya dengan baik. Maka boleh baginya meminta agar suaminya
meridoinya untuk khulu’, karena ia khawatir terjerumus dalam dosa karena
tidak bisa menunaikan hak-hak suami.
7. Jika sang istri membenci
suaminya bukan karena akhlak yang buruk, dan juga bukan karena agama
suami yang buruk. Akan tetapi sang istri tidak bisa mencintai sang suami
karena kekurangan pada jasadnya, seperti cacat, atau buruknya suami.
(Silahkan lihat Roudhotut Toolibiin 7:374, dan juga fatwa Syaikh Ibn Jibrin rahimahullah di http://islamqa.info/ar/ref/1859)
Jika data yang Anda sampaikan
benar, insya Allah wanita itu berhak melakukan gugat cerai. Terutama
karena sang suami tidak mau shalat. Dia bisa melaporkan ke PA
(Pengadilan Agama) untuk menyampaikan semua aduhannya. Jika pihak PA
menyetujui, maka sang istri bisa lepas dari ikatan pernikahan dengan
suaminya yang pertama.
Allahu a’lam
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer