Pertanyaan:
Apabila idul adha jatuh pada hari jum’at, kemudian panitia memutuskan tidak melakukan penyembelihan pada hari jum’at dan dipindah ke hari sabtu, dengan alasan tanggung, waktunya sempit, karena harus shalat jum’at, bagaimana hal tersebut menurut hukum syar’i, apakah kita boleh ikut ketentuan panitia sehingga melaksanakan penyembelihan pada hari tasyrik?
Dari: Sdr. Aris budi santoso
Jawaban:


Bismillah was shalatu was salamu ala rasulillah, wa ba’du
Beberapa masjid di tahun ini, merencanakan untuk menunda pelaksanaan ibadah qurban di hari sabtu. Alasan utamanya, mereka tidak ingin pelaksanaan ibadah qurban terganggu karena shalat jumat. Apalagi umumnya, penyembelihan dan pengelolaan hewan qurban dilakukan di sekitar masjid.
Bagaimanakah sikap tepat yang seharusnya dilakukan?
Pertama, disebutkan dalam riwayat dari Jubair bin Muth’im, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ
“Di semua hari tasyriq, boleh menyembelih.” (HR. Ahmad, Ad-Daruquthni, Ibn Hibban, Baihaqi dalam As-Sughra).
Hadis ini diperselisihkan ulama tentang keshahihannya. Sebagian menilai shahih dan sebagian menilai sebagai hadis dhaif. Mereka yang menilai lemah hadis ini, beralasan bahwa sanad hadis ini terputus, antara Sulaiman bin Musa dan Jubair bin Muth’im. Sehingga mereka berpendapat bahwa waktu menyembelih qurban, hanya terbatas pada hari idul adha.
Akan tetapi pendapat yang lebih kuat, hadis ini statusnya bisa diterima, sehingga layak untuk dijadikan dalil. Mengingat banyak riwayat lain yang menguatkannya. Sebagaimana yang telah dikupas panjang lebar oleh Imam Al-Albani dalam As-Shahihah no. 2476.
Hanya saja, adanya ulama yang berpendapat bahwa hari tasyriq bukan waktu berqurban, selayaknya membuat kita lebih hati-hati dan waspada, sehingga lebih memilih waktu menyembelih yang paling aman, yang disepakati bolehnya.
Kedua, disamping alasan di atas, waktu berqurban yang paling utama adalah setelah shalat id pada hari idul adha. Ada beberapa dalil yang menunjukkan hal ini:
a. Allah berfirman dalam surat Al-Kautsar:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Kerjakanlah shalat id, dan sembelihlah qurban.” (QS. Al-Kautsar: 2).
Sebagian ahli tafsir menyatakan bahwa ayat ini menjelaskan kepada kita, berquban dilaksanakan setelah shalat id. Itu artinya, melaksanakan qurban setelah shalat id termasuk bentuk mengamalkan perintah Allah di atas.
b. Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ
“Tidak ada hari dimana amal salih itu lebih dicintai Allah melebihi amal salih yang dilakukan di sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah, pen.).” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, termasuk lebih utama dari jihad fi sabilillah? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Termasuk jihad fi sabilillah. Kecuali orang yang keluar dengan jiwa dan hartanya (ke medan jihad), dan tidak ada satupun yang kembali.” (HR. Al-Bukhari, Ahmad, dan At-Turmudzi).
Hadis ini secara tegas menunjukkan keutamaan beramal di rentang tanggal 1 – 10 Dzulhijjah. Jika kita yakin bahwa berqurban termasuk ibadah yang mulia, akan sangat disayangkan jika dilakukan di luar rentang waktu itu. Karena tentu saja, pahala qurban di tanggal 10, lebih utama nilainya dibandingkan dengan qurban setelah tanggal itu.
c. Kita dianjurkan untuk berangkat shalat id tanpa sarapan terlebih dahulu, kemudian memulai sarapan dengan hewan qurbannya.
Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
كَانَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَأْكُلُ يَوْمَ النَّحْرِ شَيْئًا حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلُ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak makan pada saat hari raya qurban, sampai beliau pulang, kemudian makan hewan qurbannya. (HR. Ad-Daruquthni no. 1715).
Dalam riwayat Ibnu Khuzaimah dinyatakan: “Beliau tidak makan, sampai menyembelih.” (Shahih Ibnu Khuzaimah no. 1426, dan sanadnya dinilai hasan oleh Al-A’dzami).
Sunah semacam ini tidak mungkin bisa kita lakukan, jika kita menunda penyembelihan qurban sampai hari tasyriq. Disamping itu, kita tidak bisa meniru kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyembelih seusai shalat id.
Ringkasnya, akan ada banyak kebaikan dan peluang pahala yang kita tinggalkan, disebabkan menunda penyembelihan hewan qurban.
Ketiga, yang menjadi inti ibadah qurban adalah menyembelih hewannya, dan bukan makan dagingnya. Kita persembahkan ibadah kepada Allah dalam bentuk menyembelih hewan, sebagai harta yang kita cintai. Karena itu, selama kita menyembelih di hari idul adha, kita sudah dianggap berqurban di hari itu. Meskipun dagingnya didistribusikan pada bulan depan atau bahkan lebih lama dari itu. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan kaum muslimin untuk menyimpan daging qurbannya, selama tidak terjadi musim krisis pangan.
Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ لُحُومِ الأَضَاحِيِّ فَوْقَ ثَلَاثٍ لِيَتَّسِعَ ذُو الطَّوْلِ عَلَى مَنْ لَا طَوْلَ لَهُ، فَكُلُوا مَا بَدَا لَكُمْ، وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا
Dulu aku melarang kalian untuk menyimpan daging qurban lebih dari tiga hari. Agar orang yang mampu bisa memberikan makanan kepada yang tidak mampu. Karena itu, makanlah sesuai yang kalian inginkan, sedekahkan, dan simpanlah. (HR. Nasai, Turmudzi, dan dishahihkan Al-Albani).
Keempat, penyembelihan qurban yang bagus, tidak dilakukan di lingkungan masjid. Karena selama proses penyembelihan tidak akan lepas dari darah hewan yang memancar, yang itu dinilai najis oleh para ulama, dan kotoran hewan, serta bau tak sedap, yang tidak selayaknya didekatkan dengan tempat ibadah yang kita muliakan. Kita jaga kebersihan dan kondisi steril masjid masjid dari segala yang bisa mengganggu orang beribadah. Keterangan selengkapnya tentang ini, bisa anda dapatkan di: http://www.konsultasisyariah.com/hukum-mencacah-daging-qurban-di-dalam-masjid/
Berdasarkan keterangan di atas, dapat kita simpulkan:
  1. Sangat ditekankan agar qurban dilakukan di hari idul adha, kecuali karena kondisi yang sangat mendesak, sehingga harus ditunda di hari tasyriq.
  2. Pelaksanaan qurban di hari jumat sejatinya tidak bertentang dengan kegiatan jumatan. Karena yang lebih sempurna, ibadah qurban dilakukan di luar lingkungan masjid, sehingga tidak mengganggu persiapan jumatan.
  3. Jikapun terpaksa harus dilakukan di halaman dekat masjid, maka kita harus jamin, daerah yang digunakan untuk shalat, harus steril dari darah dan kotoran. Sehingga, tidak akan mengganggu persiapan jumatan.
  4. Jika waktu pengelolaan qurban bertabrakan dengan jumatan, ini bisa diatur dengan melakukan rehat sejenak antara jam 11 – 12.30, untuk pelaksanaan jumatan.
Allahu a’lam.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers