Sebut saja, si Ahmad pernah bernadzar untuk kurban kambing. Ketika dia berhasil melaksanakannya, bolehkah dia makan daging kurban nadzarnya?
Dari: Abdullah, Jogja
Setiap orang yang berkurban, dianjurkan untuk makan daging kurbannya. Sebagaimana yang Allah tegaskan dalam Alquran:
فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ
“Jika onta kurban itu sudah jatuh (mati), makanlah darinya dan juga berikanlah kepada orang yang meminta dan yang tidak meminta..” (QS. Al-Hajj: 36).
Ulama sepakat, ayat ini berlaku untuk lurban atau hadyu yang sunah.
Kurban
karena nadzar, termasuk kurban yang hukumnya wajib. Ulama berbeda
pendapat tentang hukum makan daging kurban wajib, bagi shohibul kurban
(pelaku qurban).
Pertama,
pemilik kurban nadzar tidak boleh ikut memakannya, dan wajib dia
serahkan seluruhnya kepada orang lain. Ini adalah pendapat Hanafiyah,
Syafiiyah, dan mayoritas Madzhab Hanbali.
An-Nawawi mengatakan:
فرع في مذاهب العلماء في الاكل من الضحية والهدية الواجبين. قد ذكرنا أن مذهبنا أنه لا يجوز الاكل منهما سواء كان جبرانا أو منذورا وكذا قال الاوزاعي وداود الظاهري لا يجوز الاكل من الواجب
(pasal) tentang pendapat para ulama mengenai hukum makan hewan qurban atau hadyu yang wajib. Telah kami tegaskan bahwa madzhab kami berpendapat, tidak boleh makan kurban dan hadyu yang
wajib, baik karena memaksa diri sendiri atau karena nadzar. Demikian
yang menjadi pendapat Al-Auza’i, Daud Ad-Dzahiri, tidak boleh akan
qurban wajib. (al-Majmu’, 8:418).
Dalam
Fatawa ar-Ramli –ulama Madzhab Syafiiyah– beliau ditanya tentang orang
yang menentukan, bahwa kambing X miliknya akan dikurbankan. Bolehkan
pemiliknya makan?
Beliau menjawab:
بأن الشاة المذكورة تصير بلفظه المذكور أضحية, وقد زال ملكه عنها فيحرم عليه أكله من الأضحية الواجبة
Kambing
yang disebutkan di pertanyaan di atas, statusnya menjadi kambing
kurban disebabkan ucapan pemiliknya (menegaskan bahwa itu untuk
qurban). Sehingga kepemilikan dia telah hilang. Karena itu, haram
baginya untuk makan daging qurban wajib. (Fatawa ar-Ramli, 4:69)
Sementara Ibnu Qudamah mengatakan:
وَإِنْ نَذَرَ أُضْحِيَّةً فِي ذِمَّتِهِ ثُمَّ ذَبَحَهَا، فَلَهُ أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا.وَقَالَ الْقَاضِي: مِنْ أَصْحَابِنَا مَنْ مَنَعَ الْأَكْلَ مِنْهَا.وَهُوَ ظَاهِرُ كَلَامِ أَحْمَدَ
Jika
ada orang yang nadzar untuk qurban, kemudian dia menyembelih qurban,
maka dia boleh memakannya. Sementara al-Qodhi Abu Ya’la menaagatakan:
Diantara ulama madzhab kami (Hanbali) ada yang melarang memakannya, dan
itu yang nampak dari perkataan Imam Ahmad. (al-Mughni, :/444).
Kedua, shohibul kurban boleh memakannya. Ini adalah pendapat Madzhab Maliki dan sebagian ulama hambali
Dalam Ensiklopedi Fikih dinyatakan:
أمّا إذا وجبت الأضحيّة ففي حكم الأكل منها اختلاف الفقهاء وَوُجُوبُهَا يَكُونُ بِالنَّذْرِ أَوْ بِالتَّعْيِينِ …. فعند المالكيّة ، والأصحّ عند الحنابلة، أنّ له أن يأكل منها ويطعم غيره
“Untuk
kurban wajib, ada perselisihan ulama tentang hukum memakannya. Dimana
qurban menjadi wajib disebabkan nadzar atau dengan penunjukan (misal:
kambing X untuk kurban tahun ini)… menurut madzhab Maliki dan pendapat
yang kuat dalam amdzhab hambali, shohibul qurban boleh memakannya, dan mensedekahkan kepada orang lain. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 6/115)
Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, terdapat kesimpulan :
ومن هنا يعلم الأخ السائل أن حكم الأكل من الأضحية التي وجبت بالنذر أو التعيين محل خلاف بين الفقهاء، والأحوط ترك الأكل منها
Dari sini, anda bisa menyimpulkan bahwa hukum makan daging qurban wajib
karena nadzar maupun penunjukkan, termasuk masalah yang
diperselisihkan ulama. Yang lebih hati-hati, tidak ikut memakannya. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 103330)
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer