Demikian dikatakan peneliti aliran sesat Ustadz Hartono Ahmad Jaiz kepada Voa-Islam usai memberi Kuliah Dhuha di Masjid Universitas Indonesia (UI) Depok, Ahad (30/9) kemarin.
“Di
dalam Al-Qur’an tidak menunjuk pada suatu lembaga, tapi siapa saja.
Artinya, jika ada masalah yang dapat menimbulkan keresahan umat, maka
bisa ditanyakan pada yang ahlinya (ilmu agama). Fatwa itu bisa
dikeluarkan oleh seorang Mufti, bisa dari lembaga atau personal. Islam
sangat menghargai ilmu terhadap orang perorang, lembaga hanya masalah
pengorganisasian saja. Jadi, ulama yang berijtihad itu tidak mesti dari
lembaga tertentu,” paparnya.
Seperti
diketahui, di Indonesia ada beberapa lembaga atau organisasi keagamaan
yang punya hak untuk mengeluarkan fatwa sesat atau tidaknya. Di NU ada
Batsul Masail, di Muhammadiyah ada Majelis Tarjih, ada lagi Lembaga
Pengkajian dan Penelitian Islam (LPPI), Majelis Ulama Indonesia (MUI)
dan sebagainya.
Dikatakan Hartono,
MUI tidak menjadi satu-satunya lembaga yang dapat mengeluarkan fatwa
sesat. Selama fatwa yang dikeluarkan itu sesuai dengan Al Qur’an dan
Sunnah. Ketika misalnya, MUI salah dalam mengeluarkan fatwa, lalu ada
ulama lain yang lebih tepat dan kuat dalil-dalilnya, maka bisa
dirojihkan mana yang lebih rojih atau kuat dalilnya.
Ketika
ditanya, kenapa MUI Jawa Timur berbeda pendapat dengan MUI Pusat
terkait fatwa sesat Syiah? Menurut Hartono, jika terdapat data-data
yang valid, dan bukti yang kuat, walaupun fatwa itu setingkat daerah
(lokal), maka bisa fatwa itu tetap bisa digunakan dan dijadikan
rujukan. Bahkan, walau pun hanya satu orang saja, selama dalil dan
argument yang dikemukakannya shahih dan valid.
“Jika
terjadi perselisihan, maka dikembalikan pada Allah dan Rasulnya
(Qur’an dan Sunnah). Dengan demikian, kedudukan fatwa MUI hanya bisa
dipakai ketika sesuai dengan Quran dan Sunnah. Jadi ukurannya bukan
orang per orang atau lembaga, tapi dilandaskan pada Qur’an dan Sunnah,”
ujar Hartono.
Hartono
berpandangan, Syiah yang ada di Indonesia adalah Syiah Ja’fariyah atau
Syiah Rofidhoh. Menurut MUI Jatim, Syiah Zaidiyah, tidak ada yang masuk
ke Indonesia. Di Yaman sendiri, Syiah Zaidiyah sudah terkontaminasi
dengan Rofidhoh. Maka, semua Syiah yang ada di Indonesia itu sesat.
“Syiah itu lebih buruk daripada Ahmadiyah,”tukasnya.
Hartono
tidak sependapat jika ada yang menyimpulkan bahwa perbedaan pandangan
para ulama tentang syiah itu sesat atau tidak sebagai permasalahan
furuiyah.
“Orang Syiah itu, rukun
Islam dan imannya saja berbeda, begitu juga Al Qur’an dikatakan sudah
tidak murni lagi, sahabat dikafirkan, nikah mut’ah dihalalkan.
Sesungguhnya menghalalkan yang haram itu sangat berat. Jadi ini bukan
masalah furuiyah. Mereka yang mengatakan ini masalah furuiyah, adalah
orang yang tidak mengerti,” tandasnya. Desastian
(VoA-Islam) Senin, 01 Oct 2012
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer