Kalau belum pernah, Alhamdulillah.
Karena kemungkinan masjid di lingkungan Anda senantiasa dimasuki oleh
Ummat Islam untuk shalat. Adapun yang sudah pernah bahkan sering,
mungkin tidak kaget terhadap kasus yang akan diuraikan ini.
Orang-orang berada di sekeliling masjid
di luar pagar. Mereka menunggu mayat dibawa dari masjid setelah
dishalati. Mereka tidak ikut menshalati jenazah walau mungkin
keluarganya. Bukan karena mereka beragama lain alias jelas-jelas kafir.
Tetapi karena mereka tidak “doyan” shalat. Sedang teman-temannya juga
banyak yang tidak “doyan”. Sehingga terjadilah kelompok yang tidak
“doyan” shalat itu tidak risih untuk hanya berada di luar pagar masjid,
tidak ikut shalat fardhu, apalagi shalat jenazah.
Astaghfirullah…
Apakah mereka bukan orang Isam?
Ya orang Islam.
Kenapa mereka tidak mengikuti panggilan shalat (adzan) dan masuk masjid untuk shalat?
Ya karena tidak “doyan” shalat.
Kalau ditanya, misalnya, secepat kilat mereka akan menjawab: maaf Pak, celana saya kotor…!
Seakan-akan sementara tidak masuk ke
masjid, tidak ikut shalat, karena celananya kotor, nanti saja di rumah,
mereka ganti celana dan shalat. Jadi dengan alasan itu seakan urusan
selesai.
Kenapa mereka senekat itu, dengan tenangnya mereka tidak shalat?
Tentu saja yang paling dominan adalah
factor hidayah dan taufiq dari Alah Ta’ala. Tetapi itupun berkaitan erat
dengan lakon orang itu sendiri bagaimana menyikapi kewajiban shalat
lima waktu. Bila seseorang sudah ada kecenderungan untuk ogah shalat,
maka seribu satu penyebab pun dapat pula menebalkan akan ketidak
mauannya untuk shalat.
Pernah ada di satu kantor, salah satu
bossnya tidak shalat. Para bawahannya pun tahu bahwa sang boss itu
memang tidak shalat, padahal kantor itu erat kaitannya dengan kegiatan
Islam. Dalam jangka sekian waktu ternyata ada beberapa orang yang
tampaknya sengaja menunjukkan dirinya bahwa tidak shalat. Padahal
tadinya biasa shalat.
Astaghfirulllah…
Kenapa?
Tidak tahu lah. Tetapi boss yang tidak
“doyan” shalat itu memang dianggap gawat, tetapi satu sisi, kalau mampu
mengambil hatinya, maka akan menguntungkan. Misalnya akan ditempatkan
pada posisi yang enak. Jadi rupanya ada yang mengambil cara, untu
mengambil hati si boss itu dengan cara menunjukkan diri bahwa tidak
shalat.
Lain lagi dengan yang sebelum boss itu
ada di kantor itu (kantornya sudah lama, boss itu orang baru, hingga di
kantor itu ada orang-orang lama dan banyak pula yang baru), mereka sudah
ogah-ogahan shalat, maka lebih mantap lah jauhnya dari shalat. Bahkan
sesekali berani mencela orang yang rajin shalat, dengan menunjuk
sebagian ketidak baikan di antara tingkah lakunya. Sebaliknya, memuji
kebaikan prilaku dari orang yang tidak shalat.
Ketika yang menunjukkan dirinya tidak
shalat ternyata benar-benar didudukkan pada posisi yang enak, maka lebih
mantap lagi lah mereka yang “mencoba” untuk tidak shalat itu.
Qadarullah…boss yang tidak shalat itu
tidak lama di kantor itu. Entah kemana. Dan belakangan… astaghfirullah,
dia kena kasus korupsi di antara para pejabat dan masuk penjara.
Sebelum mereka yang “mencoba” tidak
shalat itu berlama-lama untuk tidak shalat, maka sebagian banyak kembali
rajin shalat lagi, bahkan yang perempuan tampaknya kemudian berkerudung
sejak berhaji ke Makkah.
Tidak tahu, apakah yang dipenjara itu kemudian sadar dan shalat. Semoga saja.
Peristiwa di antara yang ada di Ummat
Islam ini ada yang seperti itu. Betapa ruginya seandainya yang mencoba
tidak shalat itu ketika sedang mencoba, tahu-tahu Malaikat Maut mencabut
nyawanya? Bagaimana pula si boss yang memberi contoh tidak shalat itu
kalau sampai matinya tetap tidak shalat? Bukankah dosa-dosa orang yang
mengikutinya untuk tidak shalat akan mengalir pula kepada dirinya tanpa
mengurangi dosa pengikut itu? Betapa ruginya. Di dunia sudah dipenjara
karena kejahatannya, masih pula di akherat kelak mendapat aliran dosa
dari orang-orang yang meniru kemaksiatannya atau kebangkangannya
terhadap Allah Ta’ala.
Rawannya pergaulan hidup di antaranya
dapat digambarkan seperti itu. Mereka tidak menyadari, betapa beratnya
siksa di akherat kelak bagi yang tidak shalat. Allah Ta’ala sudah
memperingatkan dengan ancaman tegas:
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ (42) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ [المدثر : 42 ، 43]
42. “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?”
43. Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. (QS Al-Muddatstsir/ 74: 42-43).
Bagaimana tentang neraka saqar itu, telah dijelaskan pula dalam Al-Qur’an:
سَأُصْلِيهِ سَقَرَ
(26) وَمَا أَدْرَاكَ مَا سَقَرُ (27) لَا تُبْقِي وَلَا تَذَرُ (28)
لَوَّاحَةٌ لِلْبَشَرِ (29) عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَ [المدثر : 26 - 30]
26. Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar.
27. tahukah kamu, apakah (neraka) Saqar itu?
28. Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan [1527].
29. (neraka Saqar) adalah pembakar kulit manusia.
30. dan di atasnya ada sembilan belas (Malaikat penjaga). (QS Al-Muddatstsir/ 74: 26-30).
[1527] Yang dimaksud dengan tidak
meninggalkan dan tidak membiarkan ialah apa yang dilemparkan ke dalam
neraka itu diazabnya sampai binasa kemudian dikembalikannya sebagai
semula untuk diazab kembali.
Na’udzubillahi min dzalik. Kami berlindung kepda Allah dari hal yang demikian.
Ketika umur sudah habis, sedang masih
pula dalam keadaan tidak shalat, maka yang dihadapi adalah neraka Saqar.
Tidak akan dapat dikilahi dengan ucapan “celana saya kotor”… atau kalau
perempuan dengan bilang, “lagi datang bulan, jadi tidak shalat…”
(padahal hanya alasan. Kalau memang sedang haidh memang tidak boleh
shalat).
Apakah masih mau bersilat lidah?
Hartono Ahmad Jaiz
Ilustrasi: kendaripos.com
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer