Renungan Hadits “Tiga Tanda Manisnya Iman”
Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثٌ
مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ
وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَمَنْ أَحَبَّ عَبْدًا
لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَمَنْ يَكْرَهُ أَنْ يَعُودَ فِى
الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُلْقَى
فِى النَّارِ
“Tiga
perkara yang bisa seseorang memilikinya maka ia akan merasakan manisnya
iman, yaitu: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain
keduanya, (2) Ia mencintai saudaranya hanyalah karena Allah, (3) ia
benci kembali pada kekufuran setelah Allah menyelamatkan darinya
sebagaimana ia tidak suka jika dilemparkan dalam api.” (HR. Bukhari no. 21 dan Muslim no. 43).
Beberapa faedah dari hadits di atas:1- Keutamaan mendahulukan kecintaan pada Allah dan Rasul-Nya daripada selain keduanya.
2- Keutamaan mencintai Allah.
3- Orang mukmin mencintai Allah dengan cinta yang tulus.
4- Orang yang memiliki tiga sifat
ini adalah yang paling utama daripada yang tidak memilikinya walau
orang yang memilikinya dahulu kafir dan masuk Islam atau dahulu adalah
orang yang terjerumus dalam kubangan dosa lalu bertaubat.
5- Wajib membenci kekafiran dan
pelaku kekafiran (orang kafir) karena barangsiapa yang membenci sesuatu,
ia juga harus membenci pelaku yang memiliki sifat tersebut. Begitu pula
dengan maksiat.[1]
Lebih Memilih Tidak Terjerumus dalam MaksiatFaedah dari ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di mengenai kisah Nabi Yusuf,
“Yusuf ‘alaihis salam
memilih dipenjara daripada terjerumus dalam maksiat. Ini menunjukkan
bahwa jika seseorang dihadapkan pada dua pilihan antara memilih berbuat
maksiat ataukah mendapatkan siksa dunia, hendaklah ia memilih
mendapatkan siksa dunia supaya ia selamat dari terjerumus dalam dosa
yang akhirnya mendapatkan siksa di dunia maupun akhirat. Oleh karena itu
di antara tanda iman adalah seseorang benci kembali pada kekufuran
setelah Allah menyelamatkannya darinya sebagaimana ia tidak suka jika
dilempar dalam api.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 407)
Yang Dahulu Berada dalam Kegelapan MaksiatBagi yang dahulu berada dalam kubangan dosa, isilah waktu kita saat ini dengan taubat dan menutup kejelekan dengan kebaikan. Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ
لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ
الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ
يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69) إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ
وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ
حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (70) وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ
صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا (71
“Dan
orang-orang yang tidak menyembah Rabb yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan
(alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang
demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan
dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal
dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang
bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan.
dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang
yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya Dia
bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” (QS. Al Furqon: 68-71)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menasehati Abu Dzar,
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Ikutilah kejelekan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskan kejelekan tersebut dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5: 153. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Berpindah dari Lingkungan yang Jelek
Yang dilakukan berikutnya lagi
adalah berhijrah (berpindah) dari lingkungan yang jelek. Coba kita
renungkan kisah berikut ini tentang kisah pembunuh 100 nyawa. Dari Abu
Sa'id Sa'ad bin Malik bin Sinaan Al Khudri radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أنّ
نَبِيَّ الله - صلى الله عليه وسلم - ، قَالَ : (( كَانَ فِيمَنْ كَانَ
قَبْلَكمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وتِسْعينَ نَفْساً ، فَسَأَلَ عَنْ
أعْلَمِ أَهْلِ الأرضِ ، فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ ، فَأَتَاهُ . فقال :
إنَّهُ قَتَلَ تِسعَةً وتِسْعِينَ نَفْساً فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوبَةٍ ؟
فقالَ : لا ، فَقَتَلهُ فَكَمَّلَ بهِ مئَةً ، ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ
أَهْلِ الأَرضِ ، فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ . فقَالَ : إِنَّهُ قَتَلَ
مِئَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ ؟ فقالَ : نَعَمْ ، ومَنْ يَحُولُ
بَيْنَهُ وبَيْنَ التَّوْبَةِ ؟ انْطَلِقْ إِلى أرضِ كَذَا وكَذَا فإِنَّ
بِهَا أُناساً يَعْبُدُونَ الله تَعَالَى فاعْبُدِ الله مَعَهُمْ ، ولاَ
تَرْجِعْ إِلى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أرضُ سُوءٍ ، فانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا
نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ ، فاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلائِكَةُ
الرَّحْمَةِ ومَلائِكَةُ العَذَابِ . فَقَالتْ مَلائِكَةُ الرَّحْمَةِ :
جَاءَ تَائِباً ، مُقْبِلاً بِقَلبِهِ إِلى اللهِ تَعَالَى ، وقالتْ
مَلائِكَةُ العَذَابِ : إنَّهُ لمْ يَعْمَلْ خَيراً قَطُّ ، فَأَتَاهُمْ
مَلَكٌ في صورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ
-
أيْ حَكَماً - فقالَ : قِيسُوا ما بينَ الأرضَينِ فَإلَى أيّتهما كَانَ
أدنَى فَهُوَ لَهُ . فَقَاسُوا فَوَجَدُوهُ أدْنى إِلى الأرْضِ التي أرَادَ
، فَقَبَضَتْهُ مَلائِكَةُ الرَّحمةِ )) مُتَّفَقٌ عليه .
"Dahulu pada masa sebelum kalian ada seseorang yang pernah membunuh
99 jiwa. Lalu ia bertanya tentang keberadaan orang-orang yang paling
alim di muka bumi. Namun ia ditunjuki pada seorang rahib. Lantas ia pun
mendatanginya dan berkata, ”Jika seseorang telah membunuh 99 jiwa,
apakah taubatnya diterima?” Rahib pun menjawabnya, ”Orang seperti itu
tidak diterima taubatnya.” Lalu orang tersebut membunuh rahib itu dan
genaplah 100 jiwa yang telah ia renggut nyawanya.
Kemudian ia kembali lagi bertanya
tentang keberadaan orang yang paling alim di muka bumi. Ia pun
ditunjuki kepada seorang 'alim. Lantas ia bertanya pada 'alim tersebut,
”Jika seseorang telah membunuh 100 jiwa, apakah taubatnya masih
diterima?” Orang alim itu pun menjawab, ”Ya masih diterima. Dan siapakah
yang akan menghalangi antara dirinya dengan taubat? Beranjaklah dari
tempat ini dan ke tempat yang jauh di sana karena di sana terdapat
sekelompok manusia yang menyembah Allah Ta'ala, maka sembahlah Allah
bersama mereka. Dan janganlah kamu kembali ke tempatmu(yang dulu) karena
tempat tersebut adalah tempat yang amat jelek.”
Laki-laki ini pun pergi (menuju
tempat yang ditunjukkan oleh orang alim tersebut). Ketika sampai di
tengah perjalanan, maut pun menjemputnya. Akhirnya, terjadilah
perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat adzab. Malaikat rahmat
berkata, ”Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan menghadapkan
hatinya kepada Allah”. Namun malaikat adzab berkata, ”Orang ini belum
pernah melakukan kebaikan sedikit pun”. Lalu datanglah malaikat lain
dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini
sebagai pemutus perselisihan mereka. Malaikat ini berkata, ”Ukurlah
jarak kedua tempat tersebut (jarak antara tempat jelek yang dia
tinggalkan dengan tempat yang baik yang ia tuju -pen). Jika jaraknya
dekat, maka ia yang berhak atas orang ini.” Lalu mereka pun mengukur
jarak kedua tempat tersebut dan mereka dapatkan bahwa orang ini lebih
dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya,ruhnya pun dicabut oleh
malaikat rahmat." (HR. Bukhari dan Muslim no. 2766)
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,
”Hadits ini menunjukkan orang yang ingin bertaubat dianjurkan untuk
berpindah dari tempat ia melakukan maksiat.” (Syarh Muslim, 17: 83)
Orang yang Dahulu Bejat Bisa Jadi Lebih SholihIbnu Taimiyah rahimahullah memiliki perkataan menarik yang patut disimak:
Sebagian orang mengira bahwa
seseorang yang lahir dalam keadaan Islam dan tidak pernah berbuat
kekufuran sama sekali, itu yang lebih baik dari orang yang dulunya kafir
kemudian masuk Islam. Anggapan ini tidaklah benar. Yang benar
standarnya adalah siapa yang akhir hidupnya baik, yaitu siapa yang
paling bertakwa kepada Allah di akhir masa hidupnya, itulah yang lebih
baik.
Sudah kita ketahui bersama, saabiqunal awwalun (orang-orang yang
pertama kali masuk Islam) dari kaum Muhajirin dan Anshar yang dahulunya
kufur lalu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka lebih baik dari
anak-anak mereka atau selain anak mereka yang lahir dalam keadaan Islam.
Barangsiapa mengenal kejelekan
dan ia merasakannya, lalu ia mengenal kebaikan dan merasakan nikmatnya,
maka ia tentu lebih mengenal dan mencintai kebaikan tersebut serta
membenci kejelekan daripada orang yang tidak mengenal dan melakukan
kebaikan atau kejelekan sebelumnya. Bahkan orang yang hanya tahu
perbuatan baik, ia bisa saja terjerumus dalam kejelekan karena tidak
mengetahui itu perbuatan jelek. Ia bisa terjatuh di dalamnya atau ia
tidak mengingkarinya. Hal ini berbeda dengan yang telah merasakan
kejelekan sebelumnya. (Majmu’ Al Fatawa, 10: 300)
Harapan …
Selamat tinggal masa lalu yang
suram. Saat ini kita harus berubah. Kita harus menjadi lebih baik. Kita
harus benci kembali ke masa silam yang penuh kegelapan. Semoga hari kita
esok lebih baik dari masa suram dahulu. Moga Allah memberikan kita
hidayah agar hari-hari kita bisa diisi dengan amalan sholih untuk
mengganti kejelekan-kejelekan kita dahulu.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Ditulis oleh hamba yang terus mengharap rahmat dan ampunan-Nya,
Muhammad Abduh Tuasikal
@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA, 25 Shafar 1434 H
[1] Lima faedah dari hadits tersebut disarikan dari kitab guru kami, Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohullah, Mulakkhosh fii Syarh Kitab Tauhid, hal. 253-254.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer