Tentu Anda masih ingat kisah ‘petualangan’ Nabi Khidir dengan Nabi Musa ‘alaihimassalam.Ya,
di antara penggalan kisahnya adalah apa yang Allah sebutkan dalam surat
al-Kahfi. Manakala mereka berdua memasuki suatu kampung dan penduduknya
enggan untuk sekedar menjamu mereka berdua. Sebelum meninggalkan
kampung tersebut, mereka menemukan rumah yang hampir ambruk. Dengan
ringan tangan Nabi Khidir memperbaiki tembok rumah tersebut, tanpa
meminta upah dari penduduk kampung. Nabi Musa terheran-heran melihat
tindakannya. Nabi Khidir pun beralasan, bahwa rumah tersebut milik dua
anak yatim dan di bawahnya terpendam harta peninggalan orangtua mereka
yang salih. Allah berkehendak menjaga harta tersebut hingga kedua anak
tersebut dewasa dan mengambil manfaat dari harta itu.
Para ahli tafsir menyebutkan, bahwa di antara pelajaran yang bisa dipetik dari kisah di atas adalah: Allah akan menjaga keturunan seseorang manakala ia salih, walaupun ia telah meninggal dunia sekalipun.
Para ahli tafsir menyebutkan, bahwa di antara pelajaran yang bisa dipetik dari kisah di atas adalah: Allah akan menjaga keturunan seseorang manakala ia salih, walaupun ia telah meninggal dunia sekalipun.
Subhânallâh, begitulah dampak positif kesalihan orang tua!
Sekalipun telah meninggal dunia masih tetap dirasakan oleh keturunannya.
Bagaimana halnya ketika ia masih hidup?? Tentu lebih besar dan lebih
besar lagi dampak positifnya.
Urgensi kesalihan orangtua dalam mendidik anak
Kita semua mempunyai keinginan dan cita-cita yang sama. Ingin agar
keturunan kita menjadi anak yang salih dan salihah. Namun, terkadang
kita lupa bahwa modal utama untuk mencapai cita-cita mulia tersebut
ternyata adalah: kesalihan dan ketakwaan kita selaku orangtua. Alangkah
lucunya, manakala kita berharap anak menjadi salih dan bertakwa,
sedangkan kita sendiri berkubang dalam maksiat dan dosa!
Kesalihan jiwa dan perilaku orangtua mempunyai andil yang sangat
besar dalam membentuk kesalihan anak. Sebab ketika si anak membuka
matanya di muka bumi ini, yang pertama kali ia lihat adalah ayah dan
bundanya. Manakala ia melihat orangtuanya berhias akhlak mulia serta
tekun beribadah, niscaya itulah yang akan terekam dengan kuat di
benaknya. Dan insyaAllah itupun juga yang akan ia praktekkan
dalam kesehariannya. Pepatah mengatakan: “buah tidak akan jatuh jauh
dari pohonnya”. Betapa banyak ketakwaan pada diri anak disebabkan ia
mengikuti ketakwaan kedua orangtuanya atau salah seorang dari mereka.
Ingat karakter dasar manusia, terutama anak kecil, yang suka meniru!
Beberapa contoh aplikasi nyatanya
Manakala kita menginginkan anak kita rajin untuk mendirikan shalat
lima waktu, gamitlah tangannya dan berangkatlah ke masjid bersama. Bukan
hanya dengan berteriak memerintahkan anak pergi ke masjid, sedangkan
Anda asyik menonton televisi.
Jika Anda berharap anak rajin membaca al-Qur’an, ramaikanlah rumah
dengan lantunan ayat-ayat suci al-Qur’an yang keluar dari lisan ayah,
ibu ataupun kaset dan radio. Jangan malah Anda menghabiskan hari-hari
dengan membaca koran, diiringi lantunan langgam gendingan atau suara biduanita yang mendayu-dayu!
Kalau Anda menginginkan anak jujur dalam bertutur kata, hindarilah
berbohong sekecil apapun. Tanpa disadari, ternyata sebagai orang tua
kita sering membohongi anak untuk menghindari keinginannya. Salah satu
contoh pada saat kita terburu-buru pergi ke kantor di pagi hari, anak
kita meminta ikut atau mengajak jalan-jalan mengelilingi perumahan. Apa
yang kita lakukan? Apakah kita menjelaskannya dengan kalimat yang jujur?
Atau kita lebih memilih berbohong dengan mengatakan, “Bapak hanya
sebentar kok, hanya ke depan saja ya. Sebentaaar saja ya sayang…”. Tapi
ternyata, kita malah pulang malam!
Dalam contoh di atas, sejatinya kita telah berbohong kepada anak, dan itu akan ditiru olehnya.
Terus apa yang sebaiknya kita lakukan? Berkatalah dengan jujur kepada
anak. Ungkapkan dengan lembut dan penuh kasih serta pengertian,
“Sayang, bapak mau pergi ke kantor. Kamu tidak bisa ikut. Tapi kalo
bapak ke kebun binatang, insyaAllah kamu bisa ikut”.
Kita tak perlu merasa khawatir dan menjadi terburu-buru dengan
keadaan ini. Pastinya akan membutuhkan waktu lebih untuk memberi
pengertian kepada anak karena biasanya mereka menangis. Anak menangis
karena ia belum memahami keadaan mengapa orang tuanya harus selalu pergi
di pagi hari. Kita perlu bersabar dan melakukan pengertian kepada
mereka secara terus menerus. Perlahan anak akan memahami mengapa
orangtuanya selalu pergi di pagi hari dan bila pergi bekerja, anak tidak
bisa ikut.
Anda ingin anak jujur? Mulailah dari diri Anda sendiri!
Sebuah renungan penutup
Tidak ada salahnya kita putar ingatan kepada beberapa puluh tahun ke
belakang, saat sarana informasi dan telekomunikasi masih amat terbatas,
lalu kita bandingkan dengan zaman ini dan dampaknya yang luar biasa
untuk para orangtua dan anak.
Dulu, masih banyak ibu-ibu yang rajin mengajari anaknya mengaji,
namun sekarang mereka telah sibuk dengan acara televisi. Dahulu ibu-ibu
dengan sabar bercerita tentang kisah para nabi, para sahabat hingga
teladan dari para ulama, sekarang mereka lebih nyaman untuk menghabiskan
waktu berfacebookan dan akrab dengan artis di televisi.
Dulu
bapak-bapak mengajari anaknya sejak dini tatacara wudhu, shalat dan
ibadah primer lainnya, sekarang mereka sibuk mengikuti berita transfer
pemain bola!
Bagaimana kondisi anak-anak saat ini, dan apa yang akan terjadi di
negeri kita lima puluh tahun ke depan, jika kondisi kita terus seperti
ini??
Jika kita tidak ingin menjumpai mimpi buruk kehancuran negeri ini,
persiapkan generasi muda sejak sekarang. Dan untuk merealisasikan itu,
mulailah dengan memperbaiki diri kita sendiri selaku orangtua! Sebab
mendidik anak memerlukan kesalihan orangtua.
Semoga Allah senantiasa meridhai setiap langkah baik kita, amien…
EFFECTIVE PARENTING: KESHALIHAN ORANG TUA, MODAL UTAMA
Kita punya keinginan sama. Kita punya harapan serupa. Ingin anak kita shalih. Berharap anak kita berbakti pada orang tua.
Tapi sadarkah kita? Keshalihan dan ketaqwaan kita adalah modal utama untuk meraihnya. Jadi lucu sekali, kita berharap anak menjadi shalih dan bertaqwa, sementara kita berkubang dalam maksiat dan kelalaian. Keshalihan jiwa dan perilaku orang tua mempunyai andil besar dalam membentuk keshalihan anak.
Kita punya keinginan sama. Kita punya harapan serupa. Ingin anak kita shalih. Berharap anak kita berbakti pada orang tua.
Tapi sadarkah kita? Keshalihan dan ketaqwaan kita adalah modal utama untuk meraihnya. Jadi lucu sekali, kita berharap anak menjadi shalih dan bertaqwa, sementara kita berkubang dalam maksiat dan kelalaian. Keshalihan jiwa dan perilaku orang tua mempunyai andil besar dalam membentuk keshalihan anak.
Maka, Allah memerintahkan segenap orang tua yang mengkhawatirkan masa
depan anak-anaknya, agar bertaqwa, beramal shalih, beramar ma’ruf nahi
mungkar dan mengerjakan berbagai amal ketaatan agar Allah menjaga anak
cucunya dengan amalan tersebut. Allah Ta’ala berfirman:
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” 9An Nisa : 9)
Itulah sebabnya para salaf sungguh-sungguh beribadah demi kebaikan anak cucu mereka.
Sa’id Ibnul Musayyib berkata, “Sesungguhnya ketika shalat aku ingat anakku, maka aku menambah shalatku.”
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” 9An Nisa : 9)
Itulah sebabnya para salaf sungguh-sungguh beribadah demi kebaikan anak cucu mereka.
Sa’id Ibnul Musayyib berkata, “Sesungguhnya ketika shalat aku ingat anakku, maka aku menambah shalatku.”
———————————————————————————————–
Dipublikasikan kembali oleh Pustaka al-Atsar dari artikel www.tunasilmu.com
“Jurus Jitu Mendidik Anak”, Ustadz Abdullah Zaen, Lc., MA
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer