Hadits:
Dari Amr bin Syu’aib dari Ayahnya dari kakeknya:
“Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mengobati padahal dia tidak memiliki ilmu tentang ketabiban
(medis) sebelum itu, maka dia harus menanggung (resiko).” (HR. Abu Dawud
dan An-Nasa’i)
Lafazh dan isyarat hadits ini sudah memberikan petunjuk
bahwa tidak boleh bagi siapapun melakukan suatu tindakan yang dia tidak
mempunyai keahlian di bidangnya, dalam masalah medis ataupun yang lainnya.
Siapa saja yang berani (sembarangan) melakukan demikian,maka dia berdosa.
Sedangkan, akibat perbuatannya itu misalnya, hilangnya jiwa seseorang atau
salah satu anggota tubuhnya maka dia (pelakunya) bertanggung jawab (mengganti
kerusakan).
Kemudian harta yang diambil sebagai pembayaran suatu usaha
yang dilakukannya, sementara dia bukan ahlinya, maka harus dikembalikan kepada
yang menyerahkannya. Sebab, tidaklah orang tersebut menyerahkan hartanya
kecuali karena tertipu olehnya, seakan-akan dia ahli dalam mengerjakannya,
padahal tidak, sehingga, hal ini boleh dikategorikan sebagai ghasy (khianat)
seperti yang dikatakan Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam: “Siapa yang
mengkhianati kami, maka dia bukan golongan kami”. [1]
Termasuk dalam hal ini ialah tukang bangunan, tukang kayu,
pandai besi, tukang sumur, dan tukang tenun, atau orang-orang yang menganggap
dirinya mampu mengerjakan dan ahli dalam suatu bidang, padahal dia dusta.
Adapun mafhum hadits adalah bahwasanya seorang dokter yang
yang ahli dan yang sejenisnya, apabila menjalankan pekerjaannyadan tangannya
tidak melakukan kejahatan, namun mengakibatkan kerusakan (kehilangan jiwa),
maka dia tidak bertanggung jawab (mengganti) karena dia sudah diizinkan
melakukan pekerjaan tersebut oleh orang yang berwewenang atau wali dari
(pasien) nya. Sehingga, setiap akibat yang terjadi setelah izin tersebut, maka
dia tidak dapat dituntut (untuk mengganti). Sedangkan, akibat yang terjadi atas
suatu tindakan yang dia tidak diizinkan untuk mengerjakannya, maka dia haru
bertanggung jawab (mengganti).
Hadits ini dapat dijadikan dalil bahwasanya ilmu kedokteran
termasuk ilmu-ilmu yang bermanfaat yang dibutuhkan menurut syari’at maupun
akal. Wallahu a’lam.
[1]. HR. Muslim dan yang lainnya, lihat Al-Irwa’ (1319)
Referensi:
Mutiara Hikmah Penyejuk Hati Syarah 99 Hadits Pilihan, penulis Al-Allamah Abdurrahman Bin Nashir As-Sa’di, terbitan Cahaya Tauhid Press, hal. 214-216
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer