Assalamualaikum.
saya ingin menanyakan perihal qadha sholat. Saya dengar ada yang menyebut solat dapat di-qada, apakah benar demikian?
Bila benar bagaimana hukumnya dan tata cara melakukannya?
Terima kasih.Bila benar bagaimana hukumnya dan tata cara melakukannya?
Dari: Harindra Abiddina Falach
Wa alaikumus salam
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du
Diantara amalan yang tingkat
kewajibannya sangat kuat adalah shalat. Karena itu, shalat hukumnya
wajib dikerjakan oleh semua orang yang telah baligh, selagi dia masih
berakal. Namun sayang, perhatian kaum muslimin terhadap shalatnya, tidak
sekuat tingkat kewajibannya. Ada diantara mereka yang meninggalkan sama
sekali, ada yang bolong-bolong, ada yang suka telat, hingga ada yang
sengaja telat. Jika sudah telat, dia mulai resah, bagaimana cara
mengqadha’nya.
Ada beberapa catatan penting terkait dengan qadha shalat:
Pertama, shalat adalah kewajiban yang dibatasi waktunyaAllah berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat merupakan kewajiban bagi orang beriman yang telah ditetapkan waktunya.” (QS. An-Nisa: 103).
Ada batas awal dan ada batas
akhir untuk shalat wajib. Orang yang mengerjakan shalat setelah batas
akhir statusnya batal, sebagaimana orang yang mengerjakan shalat sebelum
masuk waktu, juga batal. Dengan demikian, hukum asal shalat, harus
dikerjakan pada waktu yang telah ditentukan. Dan tidak boleh keluar dari
hukum asal ini, kecuali karena ada sebab yang diizinkan oleh syariat,
seperti alasan bolehnya menjamak shalat.
Kedua, pelaksanaan shalat wajib ada 4 bentuk: ada’, qadha, I’adah, dan dijamak.
1. Ada’ [arab: أداء] :
melaksanakan shalat pada waktu yang telah ditentukan. Inilah cara
mengerjakan shalat dalam kondisi normal, sebagaimana jadwal shalat yang
telah dimaklumi bersama.
2. Qadha [arab: قضاء] :
melaksanakan shalat setelah batas waktu yang ditetapkan. Ini hanya boleh
dikerjakan dalam kondisi tertentu, yang nanti akan dibahas.
3. I’adah [arab: إعادةُ] :
Mengulangi shalat wajib, karena shalat sebelumnya dinilai batal dengan
sebab tertentu, namun masih dalam rentang waktu shalat. Misal, orang
shalat dzuhur tanpa bersuci karena lupa, kemudian dia mengulangi shalat
tersebut sebelum waktu dzuhur selesai.
4. Jamak : melaksanakan
shalat yang digabungkan dengan shalat sebelumnya atau sesudahnya. Jamak
hanya boleh dilakukan dengan syarat dan ketentuan tertentu, sebagaimana
yang pernah dibahas di: http://www.konsultasisyariah.com/tentang-menjamak-qashar-shalat/
Ketiga, orang yang telat dalam mengerjakan shalat ada 2:
a. Telat mengerjakan shalat di luar kesengajaan.
Seperti ketiduran, atau kelupaan, kemudian baru sadar setelah waktu shalat selesai. Dalam kondisi ini, dia diwajibkan untuk segera melaksanakan shalat setelah sadar. Dalil ketentuan ini adalah hadis dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Seperti ketiduran, atau kelupaan, kemudian baru sadar setelah waktu shalat selesai. Dalam kondisi ini, dia diwajibkan untuk segera melaksanakan shalat setelah sadar. Dalil ketentuan ini adalah hadis dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barang siapa yang kelupaan shalat atau tertidur sehingga
terlewat waktu shalat maka penebusnya adalah dia segera shalat ketika ia
ingat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Disebutkan dalam hadis yang lain
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan suatu
perjalanan bersama para shahabat. Di malam harinya, mereka singgah di
sebuah tempat untuk beristirahat. Namun mereka kesiangan dan yang
pertama bangun adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena sinar matahari.
Kemudian, beliau berwudhu dan
beliau memerintahkan agar azan dikumandangkan. Lalu, beliau melaksanakan
shalat qabliyah subuh, kemudian beliau perintahkan agar seseorang
beriqamah, dan beliau melaksanakan shalat subuh berjemaah. Para
sahabatpun saling berbisik, ‘Apa penebus untuk kesalahan yang kita
lakukan karena telat shalat?’ Mendengar komentar mereka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَمَا إِنَّهُ لَيْسَ فِيَّ النَّوْمِ
تَفْرِيطٌ، إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلَاةَ
حَتَّى يَجِيءَ وَقْتُ الصَّلَاةَ الْأُخْرَى، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ
فَلْيُصَلِّهَا حِينَ يَنْتَبِهُ لَهَا
“Sesungguhnya
ketiduran bukan termasuk menyia-nyiakan shalat. Yang disebut
menyia-nyiakan shalat adalah mereka yang menunda shalat, hingga masuk
waktu shalat berikutnya. Siapa yang ketiduran hingg telat shalat maka
hendaknya dia laksanakan ketika bangun…” (HR. Muslim)
Namun perlu diingat, makna hadis
ini tidak berlaku untuk orang yang sengaja tidur ketika datang waktu
shalat, dan tidak bangun sampai waktu shalat selesai. Kemudian dia
beralasan ketiduran, padahal tidak ada usaha darinya untuk bangun ketika
waktu shalat.
b. Telat mengerjakan shalat dengan kesengajaan
Orang yang sengaja menunda shalat, hingga keluar waktu shalat, telah melanggar dosa yang sangat besar. Sampai sebagian ulama memvonis perbuatan semacam ini sebagai tindakan kekafiran. Ini menunjukkan bahwa sengaja menunda waktu shalat sampai keluar waktu, statusnya dosa yang sangat besar. Dan dia wajib untuk sungguh-sungguh bertaubat.
Apakah orang ini wajib qadha?
Orang yang sengaja menunda shalat, hingga keluar waktu shalat, telah melanggar dosa yang sangat besar. Sampai sebagian ulama memvonis perbuatan semacam ini sebagai tindakan kekafiran. Ini menunjukkan bahwa sengaja menunda waktu shalat sampai keluar waktu, statusnya dosa yang sangat besar. Dan dia wajib untuk sungguh-sungguh bertaubat.
Apakah orang ini wajib qadha?
Ulama berbeda pendapat dalam
masalah ini. Mayoritas ulama berpendapat, dia tetap wajib mengqadha
shalatnya dan dia berdosa karena perbuatannya, selama belum
sungguh-sungguh bertaubat. Sementara pendapat yang dikuatkan syaikhul
islam, qadha shalat yang dia kerjakan tidak sah, karena berarti dia
melaksanakan shalat di luar waktu tanpa udzur (alasan) yang dibolehkan.
Syaikhul Islam mengatakan,
وتارك الصلاة عمدا لا يشرع له قضاؤها ، ولا تصح منه ، بل يكثر من التطوع ، وهو قول طائفة من السلف
“Orang yang meninggalkan shalat
dengan sengaja, tidak disyariatkan meng-qadhanya. Dan jika dilakukan,
shalat qadhanya tidak sah. Namun yang dia lakukan adalah memperbanyak
shalat sunah. Ini meruapakan pendapat sebagian ulama masa silam.”
(Al-ikhtiyarot, hlm. 34).
Keempat, bolehkah melakukan qadha shalat di waktu terlarang
Ada beberapa waktu yang
terlarang untuk shalat, diantaranya: ketika matahari terbit, atau
matahari tenggelam. Ketika ada orang yang ketiduran shalat subuh dan
baru bangun ketika matahari terbit, atau ketiduran shalat asar, dan baru
bangun ketika matahari terbenam, bolehkah dia mengqadha?
Dalam fatwa islam dinyatakan,
Dalam fatwa islam dinyatakan,
فإن حصل
للمسلم عذر كالنوم والنسيان ولم يتمكن من فعل الصلاة في وقتها ، فإنه يجب
عليه إذا زال العذر أن يقضي الصلاة ، ولو كان ذلك في وقت من أوقات النهي .
وهو قول جمهور العلماء . انظر : المغني (2/515)
Jika seorang muslim memiliki
udzur, seperti ketiduran atau kelupaan, sehingga tidak memungkinkan
untuk melakukan shalat pada waktunya, maka wajib baginya untuk mengqadha
shalat ketika sudah sadar, meskipun di waktu yang terlarang. Ini
merupakan pendapat mayoritas ulama. Simak Al-Mughni (2/515). (Fatawa
Islam, no. 20013)
Kelima, baru teringat setelah melewati beberapa shalat
Orang yang lupa shalat, dan baru
teringat setelah melewati beberapa shalat maka dia wajib mengqadha
shalat tersebut dan beberapa shalat yang dilewati. Misalnya, orang lupa
shalat dzuhur dan baru ingat setelah maghrib. Dia wajib mengqadha shalat
dzuhur, asar, kemudian maghrib.
Demikian yang difatwakan oleh Imam Malik. Keterangan selengkapnya tentang ini, telah dibahas di: http://www.konsultasisyariah.com/cara-mengganti-shalat-yang-terlupa/
Keenam, Shalat tanpa bersuci karena lupa
Shalat tanpa bersuci, baik
dengan wudhu maupun tayammum, hukumnya batal. Kecuali jika dia tidak
mampu melakukan keduanya. Namun jika ada orang yang shalat tanpa
berwudhu karena lupa, padahal normalnya dia mampu berwudhu, maka status
shalatnya batal dan wajib diulangi, ketika ingat. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا يقبَلُ اللهُ صلاةَ أحدِكم إذا أَحْدثَ حتى يتوضَّأَ
“Allah tidak menerima shalat kalian ketika dalam kondisi hadats, sampai dia berwudhu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Karena statusnya batal, shalat
yang dikerjakan tanpa berwudhu, tidak dinilai sebagai shalat. Dan jika
dia baru ingat setelah keluar waktu shalat maka wajib diqadha.
Dalam Fatwa Sayabakah Islamiyah dinyatakan,
فمن صلى
بغير وضوء ناسياً، ثم تذكر ذلك ولو بعد خروج وقت الصلاة، توضأ وأعاد صلاته
ولا إثم عليه ما دام فعل ذلك نسياناً، لقوله صلى الله عليه وسلم ” إن الله
تجاوز عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه ” رواه ابن ماجه والبيهقي
وغيرهما
“Orang yang shalat tanpa wudhu
karena lupa, kemudian dia baru teringat, meskipun sudah keluar waktu
shalat, dia harus berwudhu dan mengulangi shalatnya. Dia tidak berdosa,
selama itu dilakukan karena lupa. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah meangampuni kesalahan umatku
karena keliru, lupa, atau dipaksa.” HR. Ibnu Majah, Baihaqi dan yang
lainnya. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 27116)
Allahu a’lam
Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer