Lafadz Niat Terbolak-Balik
Pertanyaan:
Assalamualaikum, selamat malam.
Untuk Konsultasi Syariah saya ingin bertanya tentang mandi wajib.
Baru saja sekitar seminggu yang
lalu saya mimpi basah, lalu saya segera mandi wajib, dan kemarin saya
membaca buku tentang tuntunan ibadah yang salah satunya berisi tentang
niat mandi wajib.
Yang menjadi masalah adalah selama ini setiap saya mandi wajib tanpa disadari ternyata saya salah membaca niat. Bagian yang salah itu adalah pada bagian “akbari” tetapi saya membaca “ashghari” yang jelas menjadi masalah besar karena artinya yang berbeda jauh.
Yang menjadi masalah adalah selama ini setiap saya mandi wajib tanpa disadari ternyata saya salah membaca niat. Bagian yang salah itu adalah pada bagian “akbari” tetapi saya membaca “ashghari” yang jelas menjadi masalah besar karena artinya yang berbeda jauh.
Lalu Apakah berdosa besar bagi
saya karena tidak menyadari telah salah dalam membaca niat mandi wajib
dan apakah mandi wajibnya tidak sah? Bagaimanakah hukum pelaksanaan
shalat yang selama ini saya jalani 5 waktu? Apakah shalat saya diterima
oleh Allah?
Mohon pencerahannya dari Konsultasi Syariah.
Terima kasih, Assalamualaikum.Dari: Hamba Allah
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Kasus yang Anda sampaikan merupakan salah satu contoh kejanggalan ‘ajaran’ melafalkan niat
dalam ibadah. Gara-gara ‘ajaran’ ini, betapa banyak kaum muslimin yang
kebingungan dan terjangkiti was-was dalam ibadahnya. Anda tentu bisa
memperkirakan, berapa jumlah kaum muslimin yang bisa merangkai kata-kata
niat dalam bahasa Arab? Tentu mereka sangat sedikit. Terlebih masyarkat
awam Indonesia, umumnya blank bahasa Arab.
Ujung-ujungnya, yang terjadi dalam masalah lafal niat, kaum muslimin
Indonesia hanya mengandalkan lafal yang diajarkan oleh kiyai atau
gurunya. Mengingat kesibukan sang kiyai, tentu saja beliau tidak mungkin
mengajarkan niat semua bentuk ibadah. Terkadang sang kiyai mengajarkan
lafal niat wudhu, tayamum, namun tidak mengajarkan niat mandi junub.
Atau beliau mengajarkan niat shalat wajib, sunah rawatib, namun belum
mengajarkan lafal niat shalat istikharah, dst.Anda bisa membayangkan, betapa banyak jumlah amalan ibadah yang disyariatkan dalam Islam. Bagi kalangan yang menyatakan niat harus dilafalkan, dia tentu akan kesulitan untuk menghafalkan semua teks lafal niat yang diajarkan oleh sang guru. Bukankah ini akan menjadi beban tersendiri bagi kaum muslimin. Terlebih lagi keterbatasan daya ingat dan kemampuan hafalan masyarakat Indonesia yang tergolong relatif rendah.
Pertanyaan Anda memberikan contoh nyata ‘dampak buruk’ ajaran ini. Anda mengganti satu kata yang artinya berkebalikan. ‘li raf’il hadatsil ashghar‘ (untuk menghilangkan hadats kecil) dan ‘li raf’il hadatsil akbar‘
(untuk menghilangkan hadats besar). Dua-duanya memang teks lafal niat
dalam bersuci. Namun yang satu digunakan untuk berwudhu dan yang satu
untuk mandi junub. Akan tetapi karena ketidaktahuan, atau hafalan yang
ruwet, jadinya ketukar.
Mengingat alasan di atas dan keterangan ulama yang nantinya akan kami
sebutkan, kita menjadi merasa aneh dengan sikap mereka yang membela dan
mengharuskan kaum muslimin untuk melafalkan niat. Dengan alasan apa
lagi seseorang harus membela dan mengikuti doktrin ajaran melafalkan
niat?Hukum Salah Dalam Melafalkan Niat
Namun Anda yang mengalami
kejadian semacam ini tidak perlu berkecil hati. Insya Allah amal ibadah
Anda tidak terpengaruh dengan kesalahan dalam melafalkan niat. Karena
inti niat adalah apa yang ada di hati dan bukan apa yang ada di lisan.
Orang yang memiliki keinginan shalat zuhur, kemudian ketika hendak
takbir dia melafalkan niat asar, shalat dzuhurnya tetap sah sebagai
shalat zuhur dan bukan shalat asar.
Berikut keterangan an-Nawawi:
النية في جميع العبادات معتبرة بالقلب ولا
يكفي فيها نطق اللسان مع غفلة القلب ولا يشترط ولا يضر مخالفته القلب كمن
قصد بقلبه الظهر وجرى لسانه بالعصر انعقد ظهره
Niat dalam semua ibadah yang
dinilai adalah hati, dan tidak cukup sebatas ucapan lisan sementara
hatinya tidak konsentrasi. Tidak disyaratkan harus dilafadzkan, dan
tidak masalah jika ucapan lisan berbeda denagn hatinya. Sebagaimana
orang berniat dengan hatinya untuk shalat dzuhur, namun terucap di
lisannya shalat asar maka yang dinilai adalah dzuhurnya (Raudhatut Thalibin, 1:84).
Terkait dengan kasus Anda, jika
ketika hendak mandi, Anda berniat untuk menghilangkan status Anda yang
sedang junub, agar menjadi suci maka mandi sah sebagai mandi junub.
Meskipun lisan Anda berucap ‘li raf’il hadatsil ashghar‘. Karena yang dinilai adalah hati dan bukan lisan.
Ulama Syafiiyah menegaskan tidak ada lafal niat
Imam an-Nawawi mengatakan:
النية في جميع العبادات معتبرة بالقلب ولا يكفي فيها نطق اللسان مع غفلة القلب ولا يشترط
“Niat
dalam semua ibadah yang dinilai adalah hati, dan tidak cukup dengan
ucapan lisan sementara hatinya tidak sadar. Dan tidak disyaratkan
dilafalkan,…” (Raudhah at-Thalibin, 1:84)
Dalam buku yang sama, beliau juga menegaskan:
لا يصح الصوم إلا بالنية ومحلها القلب ولا يشترط النطق بلا خلاف
“Tidak sah puasa kecuali dengan niat, dan tempatnya adalah hati. Dan
tidak disyaratkan harus diucapkan, tanpa ada perselisihan ulama…” (Raudhah at-Thalibin, 1:268)Dalam I’anatut Thalibin –salah satu buku rujukan bagi syafiiyah di Indonesia–, Imam Abu Bakr ad-Dimyathi asy-Syafii juga menegaskan:
أن النية في القلب لا باللفظ، فتكلف اللفظ أمر لا يحتاج إليه
“Sesungguhnya niat itu di hati bukan dengan diucapkan. Memaksakan
diri dengan mengucapkan niat, termasuk perbuatan yang tidak butuh
dilakukan.” (I’anatut Thalibin, 1:65).
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer