Assalamu’alaikum.
Kita semua tahu, bahwa pinjaman uang di bank itu riba.
Bagaiman solusi bagi orang yang membutuhkan uang? Karena saat ini,
hanya bank, yang berani meminjamkan uang dalam jumlah kecil maupun
besar.
Terima kasih.
Wassalam
Wassalam
Dari: Dandy
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du,
Prinsip pokok yang wajib kita
tanamkan bersama, bertransaksi dengan bank dalam bentuk meminjam uang
untuk kebutuhan apapun, termasuk praktik riba. Karena bank tidak mungkin
mengucurkan dana selain CSR, tanpa embel-embel riba. Dengan demikian,
bank sejatinya bukan solusi bagi masalah keuangan masyarakat. Justru
bank adalah penyakit bagi masyarakat. Apapun nama dan labelnya. Baik
konvensional maupun syariah – sebagaimana pengakuan mereka yang pernah
terjun di bank syariah –.
Bank merupakan agen riba di
masyarakat. Mereka jaya di atas penderitaan banyak orang. Berita tentang
orang yang bunuh diri karena terlilit utang bank, dipukuli debt
collector, rumah disita sehingga anak istri telantar, dst. Peristiwa
semacam ini bukan hal yang asing di tempat kita. Para pegawai bank
duduk manis di ruang ber-AC dengan gaji besar, hanya dengan
memperhatikan perhitungan angka di komputer, nyawa nasabah bisa menjadi
taruhannya.
Lebih dari itu, pinjam dana dari
bank, sejatinya kita telah melanggar ancaman laknat karena transaksi
riba. Satu hadis yang sangat sering kita dengar, dari Ali bin Abi Thalib
radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرَةً: آكِلَ الرِّبَا، وَمُوكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ، وَشَاهِدَيْهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat 10 orang: pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksi
transaksi riba, dan orang mencatat transaksinya.” (HR. Ahmad 635).
Dalam riwayat Baihaqi terdapat tambahan:
وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan: “Mereka semua sama.” (Baihaqi dalam As-Shugra, 1871).
Pemberi makan riba pada hadis ini
adalah para nasabah yang meminjang uang di bank, yang mempersyaratkan
adanya riba, sebagaimana keterangan di Aunul Ma’bud.
Pendek kata, bagi orang yang sedang memiliki masalah keuangan, meminjam di bank sama dengan menciptakan masalah baru baginya.
Lalu bagaimana dengan orang yang butuh banyak uang? Bukankah pinjaman bank akan sangat membantu?
Pertanyaan inilah yang mungkin
menjadi alasan terbesar bagi kebanyakan orang untuk tetap gandrung
dengan pinjaman bank. Namun sebenarnya, pertanyaan ini masih terlalu
global, sehingga perlu kita rinci untuk bisa memberikan jawaban yang
berbeda. Rincian itu sebenarnya merupakan turunan dari pertanyaan di
atas:
Apa latar belakang dia butuh banyak uang?
Dan untuk tujuan apa dia butuh banyak uang?
Konsekuensi bahwa Islam adalah
agama sempurna, kita bisa mendapatkan jawaban yang benar untuk semua
masalah. Tak terkecuali masalah keuangan. Untuk menjawab pertanyaan di
atas, ada beberapa catatan yang bisa kita jadikan pengantar:
Pertama, kita
yakin hampir semua orang butuh harta, karena dia butuh untuk hidup. Di
lain pihak, tidak semua orang bisa mencari sendiri harta yang menjadi
kebutuhan pokok hidupnya. Dalam Islam, manusia yang tidak bisa mencari
kebutuhan hidup sendiri dikelompokkan menjadi dua:
a. Orang yang menjadi tanggungan
keluarganya yang lain, seperti anak menjadi tanggungan orang tua, atau
orang tua yang tidak mampu mencari nafkah menjadi tanggungan anak
lelaki, atau saudara yang tidak mampu bekerja karena cacat fisik atau
mental, menjadi tanggungan saudaranya yang lain, dst.
b. Orang yang menjadi tanggungan
kaum muslimin secara bersama atau negara, karena mereka tidak lagi
menjadi tanggungan anggota keluarganya yang lain. Merekalah orang fakir,
miskin, ibnu sabil, budak mukatab, jatuh pailit karena utang, dst.
Untuk menutupi kebutuhan pokok hidupnya, mereka berhak mendapatkan harta
zakat.
Melihat peta masyarakat muslim
yang demikian, sejatinya dalam Islam tidak ada istilah manusia terlantar
karena masalah harta. Karena yang mampu wajib membayar zakat dan yang
kurang mampu, berhak menerima zakat. Sehingga kebutuhan pokok setiap
muslim pasti akan terjamin.
Kedua, dalam
Islam ada manusia yang diizinkan untuk meminta-minta. Sehingga andaipun
dia tidak tercover dengan harta zakat, dia masih bisa mendapatkan harta
dari sumber yang lain untuk menutupi kebutuhan pokoknya. Diantara
kondisi tersebut adalah:
a. Ketika seseorang menanggung beban diyat
(denda) atau pelunasan hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai
dia mampu melunasinya. Setelah lunas, dia wajib untuk meninggalkan
mengemis.
b. Ketika seseorang ditimpa
musibah yang menghabiskan seluruh hartanya, ia boleh meminta-minta
sampai ia mendapatkan sandaran hidup.
c. Ketika seseorang tertimpa
kefakiran yang sangat berat, sehingga disaksikan oleh 3 orang berakal,
pemuka masyarakatnya bahwa dia tertimpa kefakiran, maka halal baginya
meminta-minta sampai dia mendapatkan kecukupan bagi kehidupannya.
Pada tiga kondisi ini, seseorang
diperbolehkan untuk meminta-minta sumbangan. Dalil kesimpulan ini adalah
hadis dari Sahabat Qabishah bin Mukhariq radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Wahai
Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi
salah satu dari tiga orang: Seseorang yang menanggung beban (hutang
orang lain, diyat/denda), ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya,
kemudian berhenti. Dan seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan
hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup.
Dan seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang
yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa
kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran
hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! adalah
haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram.” (HR Muslim no.1044, Abu Dawud no.1640, dll)
Ada satu lagi yang boleh
meminta-minta, yaitu ketika seseorang meminta sumbangan untuk
kepentingan kaum muslimin, bukan kepentingan pribadinya. Seperti untuk
tujuan dakwah, pembangunan sarana keagamaan, dll. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memotivasi para sahabat untuk berinfak dalam rangka jihad atau kepentingan sosial lainnya.
Melihat klasifikasi di atas, kita
akan kesulitan mencari alasan lain untuk membolehkan seseorang pinjam
uang dari bank. Selain untuk tujuan yang bukan bagian dari kebutuhan
utama hidupnya, semacam modal usaha. Jika karena latar belakang modal
usaha, meminjam modal dari bank, hakikatnya adalah mengawali usaha
dengan transaksi riba. Bisa jadi itu akan menghilangkan keberkahan
usahanya. Sebagai solusi, dia bisa membuka investor untuk turut
menanamkan modal pada sektor usaha yang dijalani.
Kesimpulannya, tidak ada alasan
darurat untuk mencari pinjaman di bank. Karena dalam kondisi darurat,
kaum muslimin bisa terbantukan dengan adanya zakat dan sedekah. Untuk
urusan usaha dan bisnis, masih ada seribu alternatif yang halal, tanpa
harus melibatkan riba.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer