Jika dalam suatu tempat kita tidak tahu kiblat, apa yang harus dilakukan?
Yang harus dilakukan ketika orang hendak shalat, sementara dia tidak tahu kiblat adalah
Ibn Qudamah (al-Mughni dengan as-Syarhul Kabir, 1: 490) mengatakan:
Orang yang tidak tahu arah kiblat maka dia wajib bertanya jika memungkinkan. Jika tidak maka dia boleh berijtihad (berusaha mencari berdasarkan indikator tertentu), jika dia mampu melakukannya. Jika dia tidak mampu (sementara dia rombongan) maka dia mengikuti orang yang layak untuk diikuti dalam masalah ini. Jika tidak ada yang bisa diikuti (karena sama-sama tidak tahu) maka bertaqwalah kepada Allah semampunya, dan dia boleh shalat (ke arah yang dia yakini sebagai kiblat) dan shalatnya sah (meskipun bisa jadi kiblatnya salah). Akan tetapi, bagi orang yang memungkinkan untuk mencari arah kiblat, namun dia santai dan tidak berusaha mencarinya, kemudian langsung shalat maka shalatnya batal dan wajib diulangi. Karena orang ini dianggap meremehkan (arah kiblat).
Jika dalam rombongan masing-masing anggota berbeda pendapat dalam menentukan arah kiblat. Bagaimana solusinya?

Ulama berselisih pendapat tentang bolehnya mengikuti anggota rombongan yang lain. Apakah sah shalat salah satu anggota rombongan yang bermakmum di belakang anggota rombongan yang lain, sementara keduanya berbeda pendapat dalam menentukan arah kiblat. Namun jika ada diantara mereka yang sama sekali tidak memahami kiblat maka dia harus memilih salah satu anggota rombongan yang paling bisa dipercaya dalam menentukan arah kiblat kemudian dia ikuti. (al-Mughni dengan as-Syarhul Kabir, 1:473)
Jika ada orang yang shalat berjamaah, kemudian di tengah-tengah shalat mereka sadar bahwa arah kiblatnya keliru, maka mereka harus bersama-sama mengubah arah kiblat TANPA membatalkan shalat. Demikian pula, untuk orang yang shalat sendirian. Jika di tengah shalat, dia diberi tahu bahwa arah kiblatnya salah maka wajib untuk langsung mengubah arah, tanpa membatalkan shalat, kemudian langsung melanjutkannya.
Dalilnya adalah hadis Anas bin Malik radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat menghadap ke baitul maqdis (palestina). Kemudian turun firman Allah:
قد نرى تقلب وجهك في السماء فلنولينك قبلة ترضاها فولِّ وجهك شطر المسجد الحرام
“Kami telah mengetahui bolak-balik wajahmu yang menengadahkan ke langit. Sungguh Kami akan mengubah arah kiblat ke arah yang kamu inginkan. Karena itu, hadapkanlah wajahmu ke arah masjidil haram..” (QS. Al-Baqarah: 144)
Setelah itu ada seseorang yang mendatangi bani Salamah, ketika itu mereka sedang shalat subuh pada posisi sedang rukuk di rakaat kedua, kemudian orang ini berteriak: “Ketahuilah, arah kiblat telah dipindah (ke baitullah).” Kemudian jamaah ini memutar diri mereka ke arah kiblat dalam posisi sebagaimana sebelumnya (rukuk). (HR. Muslim, no. 527)
Seorang wanita yang shalat berjamaah di balik tabir, sehingga tidak bisa melihat gerakan makmum lelaki, sementara suara imam tidak terdengar karena sebab tertentu, atau makmum ngantuk, sehingga ketinggalan beberapa gerakan imam, apa yang harus dilakukan?
Dalam kondisi semacam ini, yang harus dilakukan makmum adalah melakukan rukun yang ketinggalan, hingga bisa mengejar imam. Ada beberapa keadaan, yang bisa dibawa dalam permasalahan ini:
Pertama: imam membaca ayat sajdah, kemudian takbir. Makmum yang tidak melihat mengira imam sujud tilawah. Padahal aslinya imam rukuk. Setelah itu imam membaca: “sami’allahu liman hamidah”, sehingga makmum tadi tidak sempat melaksanakan rukuk bersama imam. Untuk kasus semacam ini, makmum tersebut harus langsung melaksanakan rukuk, i’tidal, hingga bisa menyusul imam. Karena mereka menyelisihi imam di luar kesengajaan.
Kedua, orang yang memperlama sujud agar bisa lebih banyak berdoa, sehingga dia ketinggalan rukun setelahnya bersama imam, mayoritas ulama berpendapat : orang yang ketinggalan dua rukun berturut-turut bersama imam dengan sengaja dan tanpa udzur yang dibenarkan maka shalatnya batal. (Kasyaful Qana’, 1: 467)
Dalil yang menunjukkan wajibnya mengikuti imam adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إنما جعل الإمام ليؤتم به، فلا تختلفوا عليه، فإن ركع فاركعوا، وإذا قال سمع الله لمن حمده، فقولوا: ربنا لك الحمد، وإذا سجد فاسجدوا، وإذا صلّى جالساً فصلوا جلوساً أجمعون
“Sesungguhnya imam ditunjuk untuk diikuti, karena itu, janganlah kalian menyelisihinya. Jika dia rukuk maka rukuklah kalian, jika dia mengucapkan: sami’allahu liman hamidah, maka ucapkanlah: rabbanaa lakal hamdu. Jika dia sujud maka sujudlah, jika dia shalat sambil duduk maka shalatlah kalian semua sambil duduk.” (HR. Bukhari, no. 689)
***
muslimah.or.id
Disadur dari: Madzaa Taf’alu Fi Halatit Taliyah, karya Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Munajed.
Penerjemah: Ustadz Ammi Nur Baits

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers