Sholat bukanlah permainan, tapi ia adalah tanda ketundukan, keseriusan, ketawadhuan, dan kerendahan diri di hadapan Allah Azza wa Jalla. Seyogianya seorang hamba saat ia menghadap, ia mengenakan pakaian yang layak digunakan; jangan asal-asalan dalam melaksanakan sholat !!
Pilihlah pakaian yang layak, sebab sebagian orang ada yang tidak memperhatikan pakaian dan kondisi dirinya, seperti ia masuk ke dalam sholat tanpa mengenakan penutup kepala, semisal surban, songkok, dan lainnya. Seakan-akan ia adalah seorang pekerja kuli yang mengenakan pakaian seadanya, padahal ia menghadap Allah Robbul Alamin.
Allah Ta’ala berfirman,
“Hai anak Adam, pakailah perhiasan kalian di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raaf: 31)

Al-Imam Isma’il bin Umar bin Katsir Ad-Dimasyqiy rahimahullah berkata saat menafsirkan ayat ini, “Berdasarkan ayat ini dan hadits yang semakna dengannya dari Sunnah, maka dianjurkan berhias ketika hendak sholat, terlebih lagi di hari Jum’at, hari ied, dan juga (dianjurkan) menggunakan minyak wangi, karena ia termasuk perhiasan, serta (menggunakan) siwak, karena ia kesempurnaan hal itu. Diantara pakaian yang paling utama adalah pakaian putih.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 2/281)

Diantara perhiasan seorang mukmin adalah penutup kepala, seperti songkok, dan imamah (surban). Kebiasaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan para sahabatnya, baik dalam sholat, maupun di luar sholat, mereka senantiasa mengenakan imamah (surban), burnus (penutup kepala yang bersambung dengan pakaian), atau songkok. Adapun kebiasaan menelanjangi kepala, tanpa songkok atau surban, maka ini adalah kebiasaan orang di luar Islam.
Amr bin Huroits radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah, sedang beliau memakai surban hitam.” (HR. Muslim dalam Shohih-nya 1359, Abu Dawud dalam Sunan-nya 4077, Ibnu Majah dalam Sunan-nya 1104 & 3584)
Al-Hasan Al-Bashriy rahimahullah berkata dalam menceritakan kebiasaan sahabat dalam memakai songkok dan imamah, “Dahulu kaum itu (para sahabat) bersujud pada surban, dan songkok (peci), sedang kedua tangannya pada lengan bajunya.” (HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Ash-Sholah: Bab As-Sujud ala Ats- Tsaub fi Syiddah Al-Harr, 1/150 secara mu’allaq dengan shighoh jazm, Abdur Razzaq dalam Al- Mushonnaf 1566)
Abdullah bin Sa’id rahimahullah berkata, “Aku lihat pada Ali bin Al-Husain ada sebuah songkok putih buatan Mesir.” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf 24855)

Inilah beberapa hadits dan atsar yang menunjukkan bahwa para salaf (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in), dan generasi setelahnya memiliki akhlaq, dan kebiasaan, yaitu menutup kepala baik di luar sholat, apalagi dalam sholat. Kebiasaan dan sunnah ini telah ditinggalkan oleh generasi Islam, hanya karena alasan malu, dan tidak sesuai zaman – menurut sangkaannya- !!

Terlebih lagi dengan munculnya berbagai macam model, dan gaya rambut yang terkenal, seperti model Duran-Duran, Bechkham, Mandarin, dan lainnya. Semua ini menyebabkan sunnah memakai penutup kepala mulai pudar, dan menghilang. Nas’alullahas salamah minal fitan.

Jadi, disunnahkan bagi setiap orang yang mau melaksanakan shalat untuk mengenakan pakaian yang layak dan paling sempurna. Di antara kesempurnaan busana shalat adalah dengan memakai imamah (sorban), songkok, atau lainnya yang biasa dikenakan di kepala ketika beribadah.
Meski begitu, boleh melakukan shalat dengan membuka kepala bagi kaum laki-laki, sebab kepala hanya menjadi aurat bagi kaum wanita, bukan untuk kaum pria. Namun tentunya jangan dijadikan kebiasaan seorang masuk ke dalam sholat ataupun di luar sholat tanpa mengenakan surban atau songkok.
Seorang yang tidak memakai penutup kepala -tanpa udzur-, maka makruh hukumnya. Terlebih lagi ketika melakukan shalat fardhu, dan teristimewa lagi ketika mengerjakannya secara berjamaah. (Lihat As-Sunan wal Mubtadaat hal. 69, karya Asy-Syuqoiriy)

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy rahimahullah berkata, “Menurut hematku, sesungguhnya shalat dengan tidak memakai tutup kepala hukumnya adalah makruh. Karena merupakan sesuatu yang sangat disunnahkan jika seorang muslim melakukan shalat dengan memakai busana islami yang sangat sempurna, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadits:

“Karena sesungguhnya Allah paling berhak untuk dihadapi dengan berhias diri.”

(Permulaan hadits di atas adalah: “Jika salah seorang dari kalian mengerjakan shalat, maka hendaklah dia memakai dua potong bajunya. Karena sesungguhnya Allah paling berhak untuk dihadapi dengan berhias diri.” (HR Ath-Thahawi di dalam Syarh Ma’aani Al-Atsar (1/221), Ath-Thabrani, dan Al- Baihaqi di dalamAs-Sunan Al- Kubra (2/236) dengan sanad yang hasan. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Majma’ Az-Zawa’id (2/51). Lihat juga As- Silsilah Ash-Shahihah no. 1369)

Syaikh Al-Albaniy berkata lagi, “Tidak memakai tutup kepala bukan kebiasaan baik yang dikerjakan oleh para ulama salaf, baik ketika mereka berjalan di jalan maupun ketika memasuki tempat-tempat ibadah. Kebiasaan tidak memakai tutup kepala sebenarnya tradisi yang dikerjakan oleh orang-orang asing.
Ide ini memang sengaja diselundupkan ke negara-negara muslim ketika mereka melancarkan kolonialisasi. Mereka mengerjakan kebiasaan buruk ini ; namun sayangnya malah diikuti oleh umat Islam. Mereka telah mengenyampingkan kepribadian dan tradisi keislaman mereka sendiri. Inilah sebenarnya pengaruh buruk yang dibungkus sangat halus yang tidak pantas untuk merusak tradisi umat islam dan juga tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk memperbolehkan shalat tanpa memakai tutup kepala.

Adapun argumentasi yang membolehkan membiarkan kepala tanpa tutup seperti yang dikemukakan oleh sebagian orang dari Jama’ah Anshorus Sunnah di Mesir adalah dengan mengkiaskannya kepada busana orang yang sedang memakai baju ihram ketika melaksanakan ibadah haji. Ini adalah usaha kias terburuk yang mereka lakukan. Bagaimana hal ini bisa terjadi, sedangkan tidak menutup kepala ketika ihram adalah syi’ar dalam agama dan termasuk dalam manasik, yang jelas tidak sama dengan aturan ibadah lainnya.

Seandainya kias yang mereka lakukan itu benar, pasti akan terbentur juga dengan pendapat yang mengatakan tentang kewajiban untuk membiarkan kepala agar tetap terbuka ketika ihram. Karena itu merupakan kewajiban dalam rangkaian ibadah haji. (Lihat Tamamul Minnah fit Ta’liq ‘ala Fiqhis Sunnah, hal. 164-165).

Tidak pernah disebutkan sebuah riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam tidak memakai tutup kepala ketika shalat kecuali hanya ketika ihram. Barangsiapa yang menyangka beliau pernah tidak memakai imamah ketika shalat selain pada saat melakukan ihram, maka dia harus bisa menunjukkan dalilnya. Yang benar itulah yang paling berhak untuk diikuti. (Lihat Ad- Dinul Khalish (3/214) dan Al-Ajwibah An-Nafi’ah an Al-Masa’il Al-Waqi’ah, hal.110)

Yang perlu disebutkan di sini adalah bahwa shalat tanpa mengenakan tutup kepala hukumnya adalah makruh saja, dan sholat tidak batal sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Baghawi dan mayoritas ulama lain. Namun jangan disangka kalau hukum sekedar makruh, berarti boleh dengan bebas tidak pakai tutup kepala, tidak demikian !! Karena ini bukan kebiasaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. (Lihat Al-Majmu’, 2/51)

Anggapan orang awam bahwa menjadi makmum di belakang imam yang tidak memakai tutup kepala adalah tidak boleh. Ini adalah tidak benar. Tidak bisa disangkal kalau itu memang lebih baik tidak dilakukan, sebelum seorang imam memenuhi semua syarat kesempurnaan shalat, dan mengikuti semua sunnah Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam. Hanya kepada Allah kita memohon perlindungan.
----------------------
“Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) dari sisi Rabbnya di hari kiamat hingga ditanya tentang lima hal. Tentang umurnya untuk apa ia gunakan, tentang masa mudanya pada apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan pada apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari ilmunya?” (Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2417, cet. Al-Ma’arif)

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 Komentar:

Post a Comment

Copyright © 2020.Junedi Ubaidilllah. Powered by Blogger.

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

Anda Pengunjung Online

Followers