Rasanya
air mata ini mau menetes melihat sebagian saudara kami seperti ini.
Semua orang pasti sudah tahu bahwa shalat lima waktu itu wajib,
bahkan orang kafir pun tahu bahwa umat Islam memiliki kewajiban semacam
ini. Kami tidak mungkin menegur langsung satu per satu orang yang lalai
dari shalat shubuh setiap harinya atau yang lalai dari shalat 5 waktu
yang lain. Karena ada juga yang tidak kami kenal. Kami cuma berharap
agar setiap orang yang membaca tulisan ini bisa menyampaikan kepada
kerabat, sahabat atau saudara muslim lainnya. Semoga dengan penyampaian Fatwa Al Lajnah Ad Da’imah (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) berikut, di antara saudara kita bisa terbuka hatinya dan mendapatkan taufik dari Allah Ta’ala. Berilah peringatan, sesungguhnya peringatan akan bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.
Fatwa Pertama (Pertanyaan ke-12 dari Fatwa no. 7942, 6/15)
Pertanyaan
: Apa hukum orang yang sengaja mengatur waktu bangun paginya yaitu
mayoritas waktunya dia bangun setelah matahari terbit, lalu dia shalat
shubuh setelah matahari terbit? Dia mengatur seperti ini karena dia
memiliki hajat lembur (begadang) di malam hari untuk mengulang
pelajaran. Apakah orang seperti ini wajib diingkari?
Jawab :
Wajib bagi kita menunaikan shalat wajib pada waktu yang telah ditentukan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa’ : 103)
(Perlu
diperhatikan bahwa) waktu shalat shubuh adalah mulai dari terbit fajar
kedua (fajar shodiq) hingga terbit matahari. Lalu alasan yang engkau
sampaikan tadi (karena alasan belajar di malam hari hingga semalam
suntuk, pen) bukanlah alasan untuk mengakhirkan shalat hingga keluar
waktunya. Namun, seseorang hendaklah mencari sebab agar
dia bisa bangun pagi agar dia bisa mengerjakan shalat (Shubuh) di
waktunya. Jika orang tersebut tidak melakukan kewajiban semacam ini
(mencari sebab tadi, pen), maka dia wajib diingkari. Namun ingatlah,
hendakah kita mengingkarinya dengan cara yang penuh hikmah.
Semoga kita selalu mendapatkan taufik Allah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, pengikutnya dan para sahabatnya.
Ketua Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts wal Ifta’ : Abdul ‘Azizi bin Abdullah bin Baz
Fatwa Kedua (Pertanyaan pertama dan kedua dari Fatwa no. 8371)
Pertanyaan
pertama : Ada seseorang mengerjakan shalat shubuh setelah matahari
terbit dan ini sudah jadi kebiasaannya setiap paginya dan hal ini sudah
berlangsung selama dua tahun. Dia mengaku bahwa tidur telah
mengalahkannya karena dia sering lembur. Dia mengisi waktu malamnya
dengan menikmati hiburan-hiburan. Apakah sah shalat yang dilakukan oleh
orang semacam ini?
Pertanyaan kedua : Apakah boleh
kita bermajelis dan tinggal satu atap dengan orang semacam ini? Kami
sudah menasehatinya namun dia tidak menghiraukan.
Jawab :
Diharamkan
bagi seseorang mengakhirkan shalat sampai ke luar waktunya. Wajib bagi
setiap muslim yang telah dibebani syari’at untuk menjaga shalat di
waktunya –termasuk shalat shubuh dan shalat yang lainnya-. Dia bisa
menjadikan alat-alat pengingat (seperti alarm) untuk membangunkannya
(di waktu shubuh).
Kita diharamkan lembur di malam
hari untuk menikmati hiburan dan semacam itu. Lembur (begadang) di
malam hari telah Allah haramkan bagi kita jika hal ini melalaikan dari
mengerjakan shalat shubuh di waktunya atau melalaikan dari shalat shubuh
secara jama’ah. Hal ini terlarang karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah melarang begadang setelah waktu Isya’ jika tidak ada
manfaat syar’i sama sekali.
(Perlu diketahui pula
bahwa) setiap amalan yang dapat menyebabkan kita mengakhirkan shalat
dari waktunya, maka amalan tersebut haram untuk dilakukan kecuali jika
amalan tersebut dikecualikan oleh syari’at yang mulia ini.
Jika
memang keadaan orang yang engkau sebutkan tadi adalah seperti itu, maka
nasehatilah dia. Jika dia tidak menghiraukan, tinggalkan dan jauhilah
dia.
Semoga kita selalu mendapatkan taufik Allah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, pengikutnya dan para sahabatnya.
Ketua Al Lajnah Ad Da’imah Lil Buhuts wal Ifta’ : Abdul ‘Azizi bin Abdullah bin Baz
Kemudian
dalam Fatwa Al Lajnah Ad Daimah yang lain (no. 7976) dijelaskan bahwa
jika seseorang sengaja tidur sehingga lalai dari shalat dan ketika
bangun tidur dia pun sengaja meninggalkan shalat, hal ini dilakukan
berkali-kali (bukan hanya sekali); atau mungkin pula dia mengerjakan
shalat ketika dia bangun tidur namun di luar waktunya, maka orang-orang
semacam ini sama saja dengan orang-orang yang meninggalkan shalat. Juga
termasuk orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang sengaja tidur
dan tidak mau menunaikan shalat di waktunya, dia tidak mengambil sebab
untuk bangun di pagi harinya agar bisa mengerjakan shalat tepat waktu.
–Demikian maksud dari Fatwa Lajnah-
Saatnya Menarik Kesimpulan
Orang
yang lalai dari shalat shubuh mungkin ada beberapa sebab. Mungkin
karena ingin mengulang pelajaran, seperti persiapan kebut semalam (SKS =
sistem kebut semalam) yang dilakukan oleh para pelajar atau mahasiswa
ketika besok paginya akan menghadapi ujian. Atau mungkin pula karena ada
kerjaan yang harus dilembur hingga larut malam. Atau mungkin pula
karena malamnya diisi dengan menikmati hiburan seperti di night club
dan semacamnya. Atau mungkin pula hal tersebut sudah menjadi
kebiasaannya, apalagi sudah diseting (diatur) dengan alarm untuk bangun
di pagi pagi pada pukul 6, dan ini sudah rutin setiap harinya. Jika
memang alasan-alasannya seperti ini dan dilakukan rutin, tanpa mengambil
sebab untuk bangun pagi, maka ini sama saja dengan meninggalkan shalat.
Ingatlah bahwa meninggalkan shalat bukanlah perkara sepele. Dosanya bukan dosa yang biasa-biasa saja. Perlu diketahui bahwa dosa meninggalkan shalat adalah termasuk dosa besar yang paling besar, sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama berikut ini.
Ibnul Qoyyim dalam kitabnya Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, hal. 7, mengatakan, ”Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat (sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib (shalat lima waktu) dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar
dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain,
zina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan
mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia
dan akhirat.”
Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir
(pembahasan dosa-dosa besar), hal. 25, Ibnu Hazm berkata, “Tidak ada
dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan
shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan
yang bisa dibenarkan.”
Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir,
hal. 26-27, juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga
keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat
secara keseluruhan -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang
yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya
termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai
berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat.
Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi,
celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).”
Semoga
juga kita merenungkan hadits-hadits berikut ini yang menunjukkan
besarnya dosa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja dan karena
malas-malasan.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257)
Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, ”Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian
antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa
meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i,
Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul
Mashobih no. 574)
Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu
-bekas budak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ
“Pemisah
Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat.
Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. Ath
Thobariy dengan sanad shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini
shohih. Lihat Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566)
Oleh
karena itu, orang-orang yang meninggalkan shalat seperti yang kami
contohkan di atas haruslah bertaubat dengan penuh penyesalan, bertekad
tidak akan mengulanginya lagi dan dia harus kembali menunaikan setiap
shalat pada waktunya.
Namun, kalau bangun
di pagi hari ketika matahari terbit tidak menjadi kebiasaan, maka dia
harus mengerjakan shalat tersebut ketika dia ingat atau ketika dia
bangun dari tidurnya.
Kita dapat melihat hal ini dalam hadits dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barangsiapa
yang lupa atau tertidur dari shalat, maka kafaroh (tebusannya) adalah
dia shalat ketika dia ingat.” (Muttafaqun’ alaih, diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim. Lihat Misykatul Mashobih yang ditahqiq oleh Syaikh
Al Albani)
Dari Abu Qotadah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ليس
في النوم تفريط إنما التفريط في اليقظة . فإذا نسي أحدكم صلاة أو نام عنها
فليصلها إذا ذكرها فإن الله تعالى قال : ( وأقم الصلاة لذكري )
“Jika
seseorang tertidur, itu bukanlah berarti lalai dari shalat. Yang
disebut lalai adalah jika seseorang dalam keadaan sadar (sudah
terbangun). Jika seseorang itu lupa atau tertidur, maka segeralah dia
shalat ketika dia ingat. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Tunaikanlah shalat ketika seseorang itu ingat.” (QS. Thaha : 14).” (HR.
Muslim. Shohih. Lihat Misykatul Mashobih yang ditahqiq oleh Syaikh Al
Albani)
Bagaimana Mengerjakan Shalat Ketika Matahari Terbit padahal Terdapat Larangan Mengenai Hal Ini?
Dijelaskan
dalam Fatwa Lajnah no. 5545 bahwa jika seseorang tertidur sehingga
luput dari shalat shubuh, dia terbangun ketika matahari terbit atau
beberapa saat sebelum matahari terbit atau beberapa saat sesudah
matahari terbit; maka wajib baginya mengerjakan shalat shubuh ketika dia
terbangun, baik matahari terbit ketika dia sedang shalat atau ketika
mau memulai shalat matahari sedang terbit atau pun memulai shalat ketika
matahari sudah terbit, dalam kondisi ini hendaklah dia sempurnakan
shalatnya sebelum matahari memanas. Dan tidak boleh seseorang menunda shalat shubuh hingga matahari meninggi atau memanas.
Adapun
hadits yang menyatakan larangan shalat ketika matahari terbit karena
pada waktu itu matahari terbit pada dua tanduk setan (HR. Muslim), maka larangan yang dimaksudkan adalah jika kita mau mengerjakan shalat sunnah yang tidak memiliki sebab atau mau mengerjakan shalat wajib yang tidak disebabkan karena lupa atau karena tertidur. –Demikian maksud dari Fatwa Lajnah-
Oleh
karena itu, jika memang kita lupa atau tertidur sehingga luput
menunaikan shalat wajib, maka tidak terlarang kita mengerjakan shalat
ketika matahari terbit. Wallahu a’lam bish showab.
Ya Allah, jadikanlah kami sebagai hamba-hamba-Mu yang selalu ta’at kepada-Mu.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer