Kitab Durratun Nashihin banyak memuat hadits-hadits palsuكتاب درة الناصحين في الوعظ والإرشاد لعالم من علماء القرن التاسع الهجري، واسمه عثمان بن حسن بن أحمد الشاكر الخوبريهذا الكتاب لا يعتمد عليه، وهو يشمل أحاديث موضوعة، وأشياء سقيمة لا يعتمد عليها[ سؤال حول مقولة وردت في كتاب درة الناصحين ]هذا الكتاب لا يعتمد عليهس 27 – سائلة تسأل تقول: قرأت في كتاب درة الناصحين في الوعظ والإرشاد لعالم من علماء القرن التاسع الهجري، واسمه عثمان بن حسن بن أحمد الشاكر الخوبري، ما نصه: عن جعفر بن محمد عن أبيه عن جده قال: إن الله تعالى نظر إلى جوهرة فصارت حمراء، ثم نظر إليها ثانية فذابت وارتعدت من هيبة ربها، ثم نظر إليها ثالثة فصارت ماء، ثم نظر إليها رابعا فجمد نصفها، فخلق من النصف العرش، ومن النصف الماء ثم تركه على حاله، فمن ثمة يرتعد إلى يوم القيامة. وعن علي رضي الله عنه إن الذين يحملون العرش أربعة ملائكة لكل ملك أربعة وجوه أقدامهم في الصخرة التي تحت الأرض السابعة مسيرة خمسمائة عام أرجو أن تفيدوني عن صحة ما قرأت؟Judul Kitab: Durratun NashihinPenulis: Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-KhubariKomentar: Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata: “Kitab ini tidak bisa dijadikan sandaran karena banyak memuat hadits-hadits palsu dan hal-hal yang tidak bisa dijadikan sandaran, termasuk diantaranya dua hadits yang ditanyakan oleh si penanya di atas, sebab kedua hadits tersebut tidak ada asalnya dan didustakan kepada Nabi. Maka kitab seperti ini dan juga kitab sepertinya yang memuat banyak hadits-hadits palsu jangan dijadikan sandaran…”. (Fatawa Nur Ala Darb hal. 80)
Sumber: Waspadailah Kitab-Kitab Berikut Ini… Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi, / abiubaidah.wordpress.com***
Kitab Durrotun Nashihin (Mutiara-mutiara Nasihat) tidak bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah, apalagi sebagai pegangan dalam beragama. Karena kitab ini banyak memuat kisah-kisah imajiner yang tak jelas sumbernya. (lihat Buku Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, oleh Hartono Ahmad Jaiz, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta).Penilaian terhadap Kitab Durrotun Nashihin itu disampaikan Ustadz Suwito Suprayogi, dosen LPDI (Lembaga Pendidikan Dakwah Islam) Jakarta kepada Pelita, Senin (3/12) sehubungan adanya hasil penelitian yang diseminarkan di Pesantren Al-Hikmah di Benda Sirampong Brebes Jawa Tengah bahwa sejumlah kitab kuning megandung hadist-hadits maudhu’ (palsu). Maka kitab itu disarankan agar tidak diajarkan di pesantren-pesantren. Di antara yang dinilai mengandung hadits-hadits palsu adalah Kitab Durrotun Nashihin (sudah diterjemahkan) Al-‘Ushfuriyyah(diterjemahkan oleh Mustafa Helmy), Wasyiyatul Mushtofa, Daqoiqul Akhbar, Tanki hul Qoul, Sittin Mas’alah, dan Qurrotul ‘Uyun. (Pelita, 23/12 1993).Menurut Ustadz Suwito yang biasa memberi pengajian kitab kuning kepada para da’i (juru dakwah), Kitab Durrotun Nashihin tidak sesuai dengan kaidah ilmiah dan agama. Dicontohkan, dalam mengutip apa-apa yang disebut hadits, rujukannya bukan Kitab Hadits seperti Shohih Bukhori, Shohih Muslim, Sunan Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Abu Dawud dan sebagainya. Namun hanya disebut misalnya kitab Zubdatul Wa’idhin, Kitabul Hayah, Raunaqul Majalis dan sebagainya yang semuanya itu bukan Kitab Hadits. Maka secara ilmiah tidak bisa dipertanggung jawabkan.Lebih dari itu, lanjut Suwito, Kitab Durrotun Nashihin mengandung kisah-kisah imajiner yang berbahaya bagi agama.Dicontohkan, pada halaman 8 dikisahkan seorang yang namanya Muhammad tidak pernah sholat sama sekali. Lalu pada bulan Ramadhan dia mengagungkan bulan itu dan mengqodhonya. Inti dari kisah itu mengesankan, ungkap Suwito, seakan-akan semua orang tak usah sholat, cukup diqodho di bulan Ramadhan. Jadi kewajiban sholat seakan tak berharga. Sedang nama Muhammad dalam kisah itu yang disebut tidak pernah sholat sama sekali itu pun tidak jelas siapa orangnya. Padahal agama itu harus jelas bahwa itu dari Nabi Muhammad SAW atau bahkan dari Al-Quran. “Jadi itu bukan sekadar Hadits palsu, tetapi kisah imajiner,” tutur Suwito.Masih pula di halaman 8, Kitab Durrotun Nashihin (yang asli, belum diterjemahkan) itu memuat kisah Daud At-Toi yang bermimpi tentang surga. “Kisah semacam itu tidak layak untuk pedoman,” tandas Suwito sambil menunjuk matan kitab ini, karena tidak jelas siapa Daud At-Toi itu, dan agama itu tidak bisa berpedoman hanya kepada mimpi.Dijelaskan, dalam Kitab Sunnah Qoblat Tadwin dijelaskan secara metodologis tentang sebab-sebab penyelewengan dan pemalsuan hadits. Di antaranya disebabkan oleh pembuat kisah-kisah (qoshosh) yang dihubungkan dengan agama, atau orang yang cinta ibadah tapi dia bodoh dalam agama. Terhadap kasus ini, Nabi mengancam,مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.Man kaddzaba ‘alayya muta’ammidan falyatabawwa’ maq’adahu minan naar. Barangsiapa berbohong atas saya secara sengaja maka hendaklah ia menyediakan tempat duduknya di neraka. (Hadits Mutawatir/di jajaran paling kuwat).Untuk mengecek masalah ini, lanjutnya, bisa disimak pada kitab MinhajusSholihin karangan ‘IzzuddinBliq dari Palestina yang dalam pengantarnya dia menyebut dirinya berkeliling dunia sebagai utusan Dewan Dakwah. Kitab yang tebalnya 1024 halaman itu menyebut, pemalsuan terutama dalam hal fadhilah (keutamaan)membaca surat-surat Al-Quran. Pada halaman 32 dicontohkan, Nuh Bin Abi Maryam mengaku membuat hadits-hadits palsu tentang fadhilah membaca surat-surat Al-Quran. Pengakuan itu dengan kilah: Kami berdusta bukan untuk saya tetapi demi Nabi (agar cinta kepada Nabi).Yang lebih lucu lagi, lanjut Suwito, (mengenai pembuatan hadits palsu) pada halaman 31 –Kitab Minhajus Sholihin–disebutkan, ada penceramah di masjid mengemukakan: Man qoola laailaaha illalloh kholaqolloohu min kulli kalimatin thoiron, minqoruhu min dzahabin wa riisyuhu min marjaanin. Barangsiapa mengucapkan Laailaaha illallohu, maka Allah membuatkan tiap-tiap kata itu burung yang paruhnya dari emas dan bulunya dari mutiara.Ini disebut Hadits Nabi yang riwayatnya dari Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in. Saat itu Imam Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in mendengarkan ceramah ini langsung, dan kedua ulama yang disebut itu saling memandang sambil bertanya: Apakah kamu meriwayatkan itu? Masing-masing mengatakan, tidak. Lalu kedua ulama ini menemui penceramah, dan menyatakan diri: Kami ini adalah Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in, namun tidak meriwayatkan Hadits yang Anda sebutkan itu.Jawab penceramah, “ Alangkah bodohnya dunia ini. Memangnya yang namanya Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in itu hanya kalian berdua?”Dari kenyataan itu, Suwito mengharapkan hadits-hadits yang palsu perlu dihindari, sebab pemalsunya sampai sengotot itu.Untuk itu perlu memberikan alternatif kitab-kitab yang jelas bisa dipegangi. Banyak kitab yang bisa dipertanggung jawabkan, di antaranya Minhajus Sholihin, Minhajul Qoshidin, Minhajul Muslim lil Jazairi, Dalilul Falihin Syarah Riyadhus Sholihin dan sebagainya. Saat ini masih banyak ayat-ayat Al-Quran yang masih belum banyak dipelajari, di samping hadits-hadits shohih. Maka hendaknya umat Islam tidak disibukkan oleh kisah-kisah imajiner yang tak bisa dijadikan pegangan seperti kitab yang telah dinilai memuat hadits-hadits palsu tersebut, kata Suwito mengakhiri. (hht/ Jakarta, Pelita, 4/ 1 1994 ).Sumber: Buku Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, oleh Hartono Ahmad Jaiz, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer