Agar orang-orang yang
beriman melaksanakan seluruh ajaran Islam secara sempurna, secara
keseluruhan alias secara kaffah. (Dalam Al-Baqarah ayat 208) –
titokpriastomo.com
- Intinya, tradisi masyarakat kita yang menghiasi Ramadhan, justru seperti hendak menyamarkan pesan Ramadhan sesungguhnya. Seolah-olah Ramadhan identik dengan urusan perut dan makanan yang melimpah.
- Tradisi lawas masyarakat kita juga sudah menyeret suasana Ramadhan ke arah perut, alias makanan.
- Di kawasan Aceh, ada tradisi Meugang, yang biasanya dilakoni dua hari menjelang masuknya bulan Ramadhan. Intinya, menjelang memasuki Ramadhan mereka seolah ‘mewajibkan’ makan daging kerbau.
- Pesan Ramadhan selain disamarkan dengan tradisi yang menjurus ke perut, sepertinya juga dikontaminasi dengan tradisi yang tak ada nilai Islamnya. Misalnya, tradisi Balimau di Sumatera Barat. Balimau berarti mandi yang disertai keramas dengan menggunakan limau (jeruk nipis), sebagai simbol membersihkan diri memasuki bulan Ramadhan. Balimau dilakukan secara beramai-ramai di sungai, danau, atau kolam. Laki-perempuan bukan mahram berbaur. Berbasah-basah bersama dengan aurat yang mustahil tertutup rapat.
NILAI utama ibadah Ramadhan antara
lain menahan diri dan kesederhanaan, namun serangkaian tradisi di
kalangan masyarakat kita justru berusaha menyamarkannya.
Ada fenomena pasar ta’jil, yang
dimaksudkan sebagai pasar khusus tempat menjual aneka penganan untuk
santapan berbuka puasa. Ta’jil sendiri sudah mengalami perubahan makna.
Dari kata “menyegerakan berbuka” menjadi “makanan berbuka”.
Intinya, tradisi masyarakat kita yang
menghiasi Ramadhan, justru seperti hendak menyamarkan pesan Ramadhan
sesungguhnya. Seolah-olah Ramadhan identik dengan urusan perut dan
makanan yang melimpah.
Bertebarannya pasar ta’jil memperkuat dugaan ini. Di Sumenep,
Madura, pada Ramadhan tahun ini pemerintah setempat menyediakan 208
stan khusus untuk bazar dan ta’jil Ramadhan di sekitar Taman Adipura,
Alun-alun kota setempat. Stan-stan khusus tersebut terdiri dari 138 stan
bazar Ramadan, dan 70 stan ta’jil Ramadhan.
Di Malang, Jawa Timur, pasar
ta’jil membentang di jalan Soekarno–Hatta dan Jalan Raya sulfat. Selama
Ramadhan, kawasan ini selalu ramai dikunjungi orang untuk membeli
makanan atau minuman untuk persiapan buka puasa. Setidaknya ada 150 stan
lebih untuk melayani masyarakat yang memburu makanan berbuka.
Di Jakarta, salah satu kawasan
pasar ta’jil yang terkenal terletak di jalan Bendungan Hilir. Pasar
ta’jil Benhil ini sudah ada sejak tahun 2007 silam, digagas oleh para
pemuda Benhil sendiri. Mula-mulanya hanya di area dalam pasar. Namun
kini justru berada di badan jalan. Perputaran uang dalam hitungan jam,
bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Ramadhan dan makanan tidak hanya bisa
dilihat melalui fenomena pasar ta’jil, yang merupakan tradisi baru.
Tradisi lawas masyarakat kita juga sudah menyeret suasana Ramadhan ke
arah perut, alias makanan.
Di kawasan Aceh, ada tradisi Meugang,
yang biasanya dilakoni dua hari menjelang masuknya bulan Ramadhan.
Intinya, menjelang memasuki Ramadhan mereka seolah ‘mewajibkan’ makan
daging kerbau. Untuk mencapai tujuan itu, mereka wujudkan dengan cara
patungan membeli kerbau, untuk dimakan bersama-sama. Bahkan bagi yang
tergolong mampu, mereka memberikan sumbangan kepada masyarakat yang
kurang mampu agar dapat ikut serta menikmati tradisi Meugang ini.
Di sebagian masyarakat Surabaya, ada tradisi Megengan,
yaitu makan kue apem saat menyambut kedatangan Ramadhan. Konon, kosa
kata apem berasal dari kosa kata bahasa Arab ‘Afwan’ yang berarti maaf.
Kue apem dijadikan simbol dan momentum meminta maaf kepada sanak saudara
sebelum memasuki bulan Ramadhan. Acara makan apem bersama ini biasanya
dilanjutkan dengan bersalam-salaman dan tahlilan.
Di Banyumas, ada tradisi sambut Ramadhan yang disebut Perlon Unggahan.
Yaitu tradisi makan besar bersama-sama. Makanan khas yang disajikan
berupa nasi bungkus, serundeng sapi, dan sayur becek. Serundeng sapi dan
sayur becek harus disiapkan oleh belasan pria dewasa, saking banyaknya
kambing dan sapi yang mereka sembelih.
Di Jawa Barat, ada tradisi Mungguhan.
Yaitu, berkumpul bersama anggota keluarga, sahabat dan bahkan
teman-teman untuk saling bermaaf-maafan sambil menikmati sajian makanan
khas. Tradisi ini konon sudah berlangsung lama, dan dilakukan oleh
kalangan masyarakat berbagai tingkatan dalam menyambut datangnya
Ramadhan.
Dari tanah Betawi (Jakarta) sebenarnya ada tradisi Nyorog,
yang kini nyaris tak terdengar. Tradisi nyorog adalah aktivitas
membagi-bagikan bingkisan makanan kepada anggota keluarga yang lebih
tua, sebelum datangnya bulan Ramadhan. Bingkisan biasanya berisi bahan
makanan seperti kopi, susu, gula, termasuk daging kerbau, ikan bandeng,
dan lainnya. Mereka memaknai tradisi ini sebagai tanda saling
mengingatkan, bahwa bulan Ramadhan segera tiba.
Di kabupaten Sumenep, Madura, ada tradisi menyambut Ramadhan yang bernama Ter-ater,
yakni sebuah kebiasaan saling mengantarkan makanan kepada sesama
kerabat dan tetangga dekat. Jenis makanan yang diantarkan tak harus
mewah. Bisa berupa sepiring nasi putih dan opor ayam, atau nasi yang
ditumpangi ketan hitam. Pengantar makanan dan penerima, biasanya saling
meminta maaf setelah terjadi serah terima makanan. Acara berlanjut
dengan ziarah kubur. Di kuburan, mereka mengaji, bertahlil dan berdoa.
Di Sumatera Barat, ada tradisi Manjalang.
Intinya, wanita Minang yang sudah menikah diwajibkan membawa lemang ke
rumah mertuanya, satu atau dua minggu sebelum Ramadhan. Selain lemang
ada juga rendang, ayam goreng, ikan goreng, sari kayo kuah lemang yang
terbuat dari gula tebu rebus dengan potongan nangka.
Pesan Ramadhan selain disamarkan dengan
tradisi yang menjurus ke perut, sepertinya juga dikontaminasi dengan
tradisi yang tak ada nilai Islamnya. Misalnya, tradisi Balimau di Sumatera Barat.
Balimau berarti mandi yang disertai keramas dengan menggunakan limau
(jeruk nipis), sebagai simbol membersihkan diri memasuki bulan Ramadhan.
Balimau dilakukan secara beramai-ramai di sungai, danau, atau kolam.
Laki-perempuan bukan mahram berbaur. Berbasah-basah bersama dengan aurat
yang mustahil tertutup rapat.
Tradisi mandi bersama seperti Balimau juga dikenal masyarakat Kalianda (Lampung Selatan). Namanya tradisi Ngelop,
yaitu kegiatan mandi di laut beramai-ramai dengan maksud menyucikan
diri sebelum melakukan puasa Ramadhan. Biasanya ngelop dilakukan di
Pantai Ketang Kalianda pada sore hari hingga maghrib, bertepatan dengan
pergantian tanggal memasuki Ramadhan.
Sedangkan di Mandailing Natal (Sumatera Utara), mandi bersama jelang Ramadhan ini dinamakan Marpangir. Warga Mandailing memadukan antara mandi bersama di sungai dan makan bersama ini sebagai bentuk penyucian diri.
Di Yogyakarta ada tradisi padusan
dalam menyambut Ramadhan. Maksud padusan adalah penyucian diri agar
dapat menjalani ibadah di bulan Ramadhan dalam kondisi suci.
Warga Bandarlampung mengenal tradisi Belangiran
yang biasanya dilangsungkan di Kali Akar, Kelurahan Sumur Putri,
Kecamatan Telukbetung Utara, Bandarlampung. Sementara itu, masyarakat
Kota Gunungsitoli, Nias, Sumatera Utara, mengenal tradisi Managawa,
mandi bersama di pantai. Managawa berlangsung dari siang hingga sore
ini, melibatkan anak-anak, tua muda serta perempuan dan laki-laki.
Begitulah perilaku sebagian masyarakat
kita dalam menyambut Ramadhan, bernuansa perut dan aurat. Tidak selaras
dengan nafas Ramadhan yang sesungguhnya mengajarkan kesederhanaan dan
kesalehan. Ketidakselarasan ini kemudian berlanjut dalam menyambut
datangnya Idul Fitri, lagi-lagi bernuansa perut.
Kelakuan media anti Islam dan antek syetan
Tulisan ini bukan untuk
mengangkat-angkat tradsi yang sebagian mungkin telah meredup atau bahkan
terkubur, namun untuk mengingatkan Umat Islam bahwa adatpun sebenarnya
perlu dilihat, sesuai atau tidak dengan Islam. Bila tidak sesuai, maka
wajib ditinggalkan dan dihindari.
Bukan seperti kebiasaan media massa yang
tidak suka kepada Islam, setiap ada tradisi yang tidak sesuai dengan
Islam, lantas diangkat-angkat, dibesar-besarkan, dinasionalisasikan
dengan aneka rekadaya dan rekayasa. Apalagi yang sebangsa kemusyrikan
seperti ruwatan, maka adat buruk kemusyrikan yang telah terkubur pun
diangkat-angkat lewat media-media busuk anti Islam secara besar-besaran
agar keyakinan Umat Islam jadi rusak dan masuk neraka. Na’udzubillahi min dzalik! Itulah kerja para antek syetan yang bergentayangan di bumi ini, yang sebagian justru dianggapnya sebagai orang terhormat.
Lebih celakanya lagi, ada pula kyai atau
tokoh Islam yang gampang disewa untuk kepentingan melestarikan atau
mengangkat kembali budaya kemusyrikan yang sangat merusak Islam. Tidak
takutkah mereka ancaman Allah Ta’ala ini:
{ الْمُنَافِقُونَ
وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ
فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (67) وَعَدَ
اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ
خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ
مُقِيمٌ } [التوبة: 67، 68]
67. orang-orang munafik laki-laki
dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka
menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf dan mereka
menggenggamkan tangannya [berlaku kikir]. Mereka telah lupa kepada
Allah, Maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu
adalah orang-orang yang fasik.
68. Allah mengancam orang-orang
munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka
Jahannam, mereka kekal di dalamnya. cukuplah neraka itu bagi mereka, dan
Allah mela’nati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal. (QS At-Taubah/9: 67, 68).
Munkar yang paling puncak adalah
kemusyrikan (menyekutukan Allah), dosa terbesar yang pelakunya tidak
diampuni bila meninggal dalam kedaan tidak bertaubat. Sedang puncak
ma’ruf adalah Tauhid (mengesakan Allah Ta’ala). Ketika orang sudah
kerjasama menghidupkan kemusyrikan, berarti di hadapan mereka sejatinya
telah terpampang ancaman ayat untuk digolongkan ke dalam orang-orang
munafik itu. Kenapa mereka tidak takut?
Demikian pula, bila hanya karena jadi
pemuka masyarakat, lalu menghadiri upacara-upacara kemusyrikan, hari
raya kemusyrikan, bahkan melepas (tanda meresmikan) dimulainya
upacara-upacara kemusyrikan atas nama adat, agama kemusyrikan dan
sebagainya; apakah mereka tidak takut ancaman ayat tersebut?
Bahkan jadi contoh sangat buruk pula,
seorang sarjana syariah yang jadi kepala suatu daerah yang kini dikenal
pro dengan acara kemaksiatan tingkat dunia yang disebut miss world, tidak malu kepada Allah melepas (meresmikan dimulainya) arak-arakan festival kemusyrikan barongsai. Ke mana agamanya dijual? Na’udzubillahi min dzalik!
“ Orang-orang munafik laki-laki dan
perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka
menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf…(QS At-Taubah/9: 67).
Marilah kita bertaubat di bulan Ramadhan yang insya Allah diijabahi doa kita ini, dan kapanpun sebelum maut menjemput.
(haji/tede/nahimunkar.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer