Pertanyaan:
Doa apakah yang paling sunnah selepas selesai membaca alquran..adakahmembaca sodoqallah al azim adalah perkara yang sunnah?
Dari. Mr. N
Jawaban:
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Kami tidak menjumpai ada doa
khusus seusai membaca Alquran. Bahkan terdapat dalil yang secara
tekstual menunjukkan tidak ada doa setelah membaca Al-Quran. Hadis
tersebut adalah hadis dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Beliau menceritakan,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku: “Bacakan Al-Quran untuk aku dengar.”
“Ya Rasulullah, apakah aku boleh membaca Al-Quran di hadapan Anda, padahal Al-Quran itu diturunkan kepada Anda?” tanyaku.
“Ya, tidak masalah.”
Akupun membaca surat An-Nisa. Ketika sampai pada ayat,
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ، وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيدًا
Bagaimanakah
(halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi
(Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad)
sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (QS. An-Nisa: 41)
Seketika sampai di ayat ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Cukup..cukup.”
Saya melihat beliau, ternyata beliau berlinangan air mata. (HR. Bukhari 5050 dan Muslim 800)
Anda bisa perhatikan, ketika
Ibnu Mas’ud mengakhiri bacaan Al-Qurannya, beliau tidak membaca kalimat
apapun, atau doa apapun, atau dzikir apapun. Beliau tidak membaca shadaqallahul ‘adziim,
atau alhamdulillah, dst. Sehingga dengan riwayat ini kita bisa
memastikan bahwa semua bacaan itu bukan bagian dari ajaran Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Apakah Ini Terlarang?
Bagian ini perlu kita luruskan. Agar jangan sampai ada orang yang salah persepsi dengan penjelasan amalan yang bukan sunah.
Kita sepakat, shadaqallahul ‘adzim
adalah kalimat yang benar maknanya. Karena Allah adalah Al-Haq, Dzat
Yang Maha Benar. Namun syariat juga mengajarkan agar kalimat yang benar,
diposisikan di tempat yang benar, agar menghasilkan amalan yang benar.
Karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan
berbagai doa untuk berbagai kesempatan yang berbeda. Beliau mengajarkan
doa makan, memakai pakaian, masuk toilet, keluar toilet, hendak tidur,
bangun tidur, keluar rumah, masuk rumah, setelah bersin, dst. Dan
lafalnya berbeda-beda.
Tentu saja kita tidak akan
membaca doa ini di posisi yang tidak diajarkan. Kita tidak akan membaca
doa memakai pakaian ketika mau makan, atau membaca doa makan ketika
hendak masuk toilet, atau membaca doa keluar rumah ketika masuk rumah,
dst. Meskipun semua makna doa itu baik. Karena sekali lagi, kalimat doa
semua maknanya baik, dan harus ditempatkan pada posisi yang benar.
Salah satu contoh yang menunjukkan prinsip ini adalah sikap Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu,
عَنْ
نَافِعٍ أَنَّ رَجُلاً عَطَسَ إِلَى جَنْبِ ابْنِ عُمَرَ فَقَالَ الْحَمْدُ
لِلَّهِ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ. قَالَ ابْنُ عُمَرَ وَأَنَا
أَقُولُ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ وَلَيْسَ
هَكَذَا عَلَّمَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَّمَنَا أَنْ
نَقُولَ الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ.
Dari Nafi, ada seorang yang bersin di dekat Ibnu Umar lalu dia berucap, “Alhamdulillah wassalam ‘ala rasulillah”.
Mendengar ucapan orang tersebut, Ibnu Umar mengatakan, “Saya juga
mengucapkan kalimat Alhamdulillah was salam ‘ala rasulillah, namun tidak
seperti itu yang diajarkan oleh Rasulullah kepada kami. Beliau
mengajari kami untuk mengucapkan “Alhamdulillah ‘ala kulli hal” ketika
bersin.” (HR Tirmidzi no 2738, dihasankan Albani).
Ibnu Umar tidak mengingkari kalimat “Alhamdulillah wassalam ‘ala rasulillah”,
karena kalimat ini baik. Ibnu Umarpun mengakuinya. Namun yang menjadi
masalah, ketika kalimat ini dibaca seusai bersin, itu menjadi tidak
tepat. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
mengajarkan untuk membaca kalimat ini ketika bersin.
Jawaban Ibnu Umar juga berlaku
untuk kasus bacaan shadaqallahul ‘adzim. Kalimat ini benar, namun
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat tidak pernah
mengajarkannya untuk dibaca seusai membaca Al-Quran.
Membaca shadaqallah Pada Kesempatan yang Benar
Ini berbeda ketika kita
mengucapkan shadaqallah ‘Maha Benar Allah’ karena suasana hati untuk
membenarkan apa yang Allah sampaikan. Meskipun kita tidak sedang membaca
Al-Quran. Kalimat ini kita baca ketika kita melihat sebuah realita di
hadapan kita yang sesuai dengan keterangan dalam Al-Quran. Semacam
inilah salah satu kesempatan, di mana dzikir shadaqallah layak untuk
kita ucapkan. Sebagai representasi pengakuan hati kita akan kebenaran
firman Allah.
Hal ini pernah dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadis dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
Ada seorang yang datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mengadukan keadaan saudaranya,
“Saudaraku sakit perut.” Ucap sahabat.
“Beri minum madu.” Saran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah pulang dan memberinya madu, ternyata sakitnya belum kunjung
sembuh. Orang inipun datang lagi dengan keluhan yang sama. Dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap menyarankan, “Beri minum madu.” Sampai akhirnya yang keempat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap meyakinkan orang ini melalui sabdanya,
«صَدَقَ اللَّهُ، وَكَذَبَ بَطْنُ أَخِيكَ، اسْقِهِ عَسَلًا» فَسَقَاهُ فَبَرَأَ
“Allah Maha Benar, dan perut saudaramu yang dusta. Beri minum madu.”
Orang inipun memberinya madu untuk kesekian kalinya, kemudian sembuh. (HR. Bukhari 5684 dan Muslim 2217)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengucapkan kalimat itu padahal beliau tidak sedang membaca Al-Quran.
Beliau sampaikan itu karena suasana hati beliau untuk membenarkan firman
Allah tentang khasiat madu,
يَخْرُجُ مِنْ بُطُونِهَا شَرَابٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ فِيهِ شِفَاءٌ لِلنَّاسِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dari
perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di
dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi
orang-orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl: 69).
Kejadian yang lain, dalam hadis dari Buraidah bin Hashib radhiyallahu ‘anhu, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sedang berkhutbah di atas mimbar, tiba-tiba datangan dua cucu beliau
yang lucu: Al-Hasan dan Al-Husain, putra Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
‘anhum. Hasan & Husain kecil dengan lucunya mengenakan gamis warna
merah, keduanya berjalan tertatih-tatih memakai bajunya yang menawan.
Melihat dua cucunya, beliaupun turun dari mimbarnya dan memotong
khutbahnya, lalu beliau menggendong keduanya dan kembali ke mimbar,
kemudian mengatakan:
صَدَقَ اللَّهُ: {إِنَّمَا
أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ}، رَأَيْتُ هَذَيْنِ يَعْثُرَانِ
فِي قَمِيصَيْهِمَا، فَلَمْ أَصْبِرْ حَتَّى قَطَعْتُ كَلَامِي
فَحَمَلْتُهُمَا
“Maha
benar Alloh dalam firman-Nya: ‘Sungguh harta-harta dan anak-anak kalian
itu adalah fitnah (cobaan)’, aku melihat kedua anak ini tertatih-tatih
dengan bajunya, akupun tidak sabar, hingga aku memotong khutbahku, lalu
aku menggendong keduanya.” (HR. An-Nasai 1413, Abu Daud 1109, dan dishahihkan Al-Albani)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengucapkan kalimat itu karena membenarkan sabda firman Allah di surat
at-Taghabun ayat 15. Pada ayat itu, Allah menjelaskan bahwa harta dan
anak adalah fitnah. Tak terkecuali beliau sebagai salah satu hamba
Allah. Melihat dua cucunya yang sangat menawan hati beliau, membuat
beliau harus memotong khutbahnya agar bisa menggendong cucunya.
Berbeda dengan Mereka
Kita bisa memastikan apa yang
dipraktekkan oleh mereka yang terbiasa mengucapkan shadaqallahul adzim
jelas berbeda dengan praktek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
mengucapkan kalimat ini.
Mereka mengucapkan shadaqallahul adzim setiap kesempatan selesai membaca Al-quran, sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mempraktekkan hal ini.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyatakan shadaqallah ketika melihat kejadian sesuai dengan yang Allah
firmankan. Sedangkan mereka, jangankan membaca shadaqallah, makna
ayatnya saja, mereka tidak paham.
Karena itu, praktek Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, jelas tidak bisa dijadikan dalil
untuk membenarkan praktek mereka yang merutinkan bacaan shadaqallahul
adzim setiap usai membaca Al-Quran.
Doa Setelah Membaca Al-Quran
Keterangan di atas tidaklah
melarang anda untuk berdoa setelah membaca Al-Quran. Keterangan di atas
menjelaskan bahwa tidak ada doa atau bacaan khusus seusai membaca
Al-Quran. Namun Anda boleh berdoa dengan permohonan apapun yang baik
seusai membaca Al-Quran, terutama setelah mengkhatamkan Al-Quran.
Sebagaimana yang pernah dikupas dalam artikel Doa Khatam Quran.
Karena membaca Al-Quran termasuk amal shaleh, dan salah satu doa yang
mustajab adalah doa yang kita panjatkan setelah melakukan amal shaleh.
Di saat itu kita sedang dekat dengan Allah. Di saat itu, kita bisa
memanfaatkan kesempatan untuk memohon sesuatu kepada Allah.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer