Bandingkanlah Fulan dan Alan. Mereka berdua shalat isya’ berjama’ah
di barisan pertama dan ketika itu ada lebih dari satu shaf jama’ah
shalat. Qaddarallah, mereka terpaksa buang angin di tengah-tengah shalat.
Si Fulan, ia tahu shalatnya telah batal.
Namun ia bingung setengah
mati harus bagaimana. Shalat baru lewat satu raka’at, apakah ia mesti
keluar dari barisan atau terus ikut sampai selesai baru mengulang
shalat, pikirnya. “Kalau aku keluar barisan, harus lewat di depan
orang-orang shalat, seingatku itu terlarang. Tapi kalau aku lanjutkan
tiga rakaat lagi, padahal aku sudah batal, boleh tidak ya?“, gumamnya dalam hati. Jelasnya hatinya resah memikirkan hal ini. “Kalau
berjalan melewati barisan orang-orang yang sedang shalat, apa kata
orang nanti setelah shalat, aku pasti dikira tidak sopan. Lagipula nanti
orang-orang tahu kalau aku kentut, wah malu dong. Kalau begitu aku
lanjut saja ah sampai selesai, toh mereka tidak tahu kalau aku sudah
batal“, akhirnya ia memutuskan.
Sambil melanjutkan tiga rakaat
tersisa dalam keadaan berhadats, ia pun tetap resah karena masih ragu
tentang apa yang ia putuskan. Jangankan mendengarkan atau menyimak
bacaan imam, ia bahkan benaknya sibuk berharap imam segera menyelesaikan
shalatnya agar ia bisa keluar dan mengulang shalat hingga masalahnya
selesai. Peluh keringat pun bercucuran karena galaunya.
Akhirnya shalat
pun selesai, ia berpura-pura komat-kamit berdzikir sebentar agar orang
tidak curiga, barulah setelah itu ia keluar barisan, mengambil wudhu
lalu mengulangi shalat empat rakaat. Sambil shalat pun ia masih galau
akan kejadian tadi sambil bergumam dalam hati “Duh, ada
jangan-jangan ada yang curiga kepadaku, karena aku shalat empat rakaat
setelah shalat isya’. Duh, nanti ada yang tahu kalau tadi aku kentut.
Duuh..duh…“.
Bagaimana bisa khusyuk kalau resah begitu.
Adapun Alan, ia tahu bahwa terlarang shalat dalam keadaan berhadats. Kebetulan, ia teringat hadits pendek:
لا يقبل الله صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ
“Allah tidak menerima shalat seseorang jika ia berhadats, sampai ia berwudhu” (HR. Bukhari-Muslim)
Ia pun sadar ia harus keluar dari barisan untuk berwudhu lalu kembali ke barisan lagi melanjutkan shalat sebagai masbuq. Ia tidak ragu melewati barisan orang yang shalat karena ia tahu hal ini dibolehkan. Ia ingat ketika belajar fiqih shalat, ada hadits Bukhari-Muslim yang menceritakan bahwa sahabat Ibnu Abbas radhiallahu’ahu pernah berjalan melewati barisan makmum namun tidak ada yang mengingkarinya. Ia pun menyempurnakan wudhunya lalu kembali ke barisan sebagai makmum masbuq, lalu menyempurnakan shalatnya. Ia jalani shalatnya dengan khusyuk sampai selesai.
Memang enak ya kalau tahu ilmunya…
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az Zumar: 9)
======
Pandai Urusan Dunia Tetapi ‘Nol Besar’ Urusan Akhirat
======
Pandai Urusan Dunia Tetapi ‘Nol Besar’ Urusan Akhirat
Kita menyaksikan pada zaman ini begitu banyak manusia yang cerdas
dalam urusan dunia, namun ‘nol besar’ dalam urusan agama atau akhirat.
Banyak yang gelarnya Doktor bahkan Professor dalam urusan dunia, tapi
tidak tahu sedikitpun masalah agama baik masalah tauhid, ibadah, dan
lainnya. Allah Berfiman,
يَعْلَمُونَ ظَاهِراً مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai. (QS Al Ruum: 7)
Berkata Syaikh Sa’dy dalam tafsirnya dalam menafsirkan ayat diatas, diantaranya beliau mengatakan:
“Sungguh sangat aneh bahwa ada sebagian golongan dari manusia telah sampai kebanyakan dari mereka kepandaian dan kecerdasan dalam masalah dunia
hingga hal-hal yang membuat bingung (atau sulit dicerna) akal dan
pikiran. Mereka menyingkap hal-hal yang luar biasa dalam masalah atom,
kelistrikan, kendaraan darat, kendaraan laut maupun udara. Betapa mereka
unggul pada hal tersebut dan melebihi (yang lain). Mereka takjub dengan
akal mereka (sendiri) dan melihat yang lainnya lemah dengan apa yang
telah Allah berikan pada mereka. Mereka melihat orang lain dengan
pandangan meremehkan dan merendahkan. BERSAMAAN DENGAN ITU MEREKA ADALAH SEBODOH-BODOHNYA MANUSIA DALAM URUSAN AGAMANYA.
Mereka lalai dari akhirat dan paling sedikit memahami balasan di
akhirat. Sungguh orang-orang yang memiliki basiroh (ilmu) melihat mereka
telah terombang-abing dalam kebodohan, kesesesatan, dan kebatilan.
Mereka melupakan Allah, Allah pun melupakan mereka. Mereka adalah
orang-orang yang fasik”.
Semoga Allah menganugerahkan kita ilmu yang bermanfaat baik untuk dunia maupun akhirat. Amien.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer