Tidak seperti sebagian orang yang terlalu sibuk memikirkan hari raya, mudik dan baju lebaran, Rasul -shallallahu 'alaihi wa sallam-
malah lebih giat lagi untuk beribadah di akhir-akhir bulan Ramadhan.
Bahkan beliau sampai bersengaja meninggalkan istri-istrinya demi
konsentrasi dalam ibadah. Dan juga alasan semangat ibadah kala itu yaitu
untuk menggapai lailatul qadar.
Ada hadits yang disebutkan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Bulughul Marom, yaitu hadits no. 698.
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: - كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ -
صلى الله عليه وسلم - إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ
اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ,
وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan
terakhir, beliau bersungguh-sungguh dalam ibadah (dengan meninggalkan
istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan
membangunkan istri-istrinya untuk beribadah." Muttafaqun 'alaih. (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174).
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Hadits di atas menunjukkan keutamaan beramal sholih di 10 hari
terakhir dari bulan Ramadhan. Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan punya
keistimewaan dalam ibadah dari hari-hari lainnya di bulan Ramadhan.
Ibadah yang dimaksudkan di sini mencakup shalat, dzikir, dan tilawah Al
Qur'an.
2- Kesungguhan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam beribadah pada 10 hari terakhir Ramadhan ada dua alasan:
a- Sepuluh hari terakhir tersebut adalah penutup bulan Ramadhan yang diberkahi. Dan setiap amalan itu dinilai dari akhirnya.
b- Sepuluh hari terakhir tersebut diharapkan didapatkan malam
Lailatul Qadar. Ketika ia sibuk dengan ibadah di hari-hari terakhir
tersebut, maka ia mudah mendapatkan maghfiroh atau ampunan dari Allah
Ta'ala.
3- Hadits tersebut menunjukkan anjuran membangunkan keluarga yaitu
para istri supaya mendorong mereka melakukan shalat malam. Lebih-lebih
lagi di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.
4- Hadits itu juga menunjukkan anjuran menasehati keluarga dalam
kebaikan dan menjauhkan mereka dari hal-hal tercela dan terlarang.
5- Membangunkan keluarga di sini merupakan anjuran di sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan, namun anjuran juga untuk hari-hari lainnya.
Karena keutamaannya disebutkan dalam hadits yang lain,
رَحِمَ
اللَّهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ
فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِى وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً
قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى
نَضَحَتْ فِى وَجْهِهِ الْمَاءَ
"Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang di malam hari
melakukan shalat malam, lalu ia membangunkan istrinya. Jika istrinya
enggan, maka ia memerciki air pada wajahnya. Semoga Allah juga merahmati
seorang wanita yang di malam hari melakukan shalat mala, lalu ia
membangungkan suaminya. Jika suaminya enggan, maka istrinya pun
memerciki air pada wajahnya." (HR. Abu Daud no. 1308 dan An Nasai no. 1148. Sanad hadits ini hasan kata Al Hafizh Abu Thohir).
Sufyan Ats Tsauri berkata, "Aku sangat suka pada diriku jika memasuki
10 hari terakhir bulan Ramadhan untuk bersungguh-sungguh dalam
menghidupkan malam hari dengan ibadah, lalu membangunkan keluarga untuk
shalat jika mereka mampu." (Lathoiful Ma'arif, hal. 331).
Semoga Allah memberi taufik pada kita untuk menghidupkan hari-hari terakhir bulan Ramadhan dengan ibadah dan shalat malam.
Referensi:
Minhatul ‘Allam fii Syarh Bulughil Marom, Syaikh ‘Abdullah bin Sholih Al Fauzan, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan ketiga, tahun 1432 H, 5: 51-52.
Lathoif Al Ma'arif fii Maa Limawasimil 'Aam minal Wazhoif, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, tahun 1428 H.
---
@ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, Kamis sore menjelang berbuka, 16 Ramadhan 1434 H
Artikel Rumaysho.Com
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer