(Syarh Hadits Ke-14 Arbain
anNawawiyyah)
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu
anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak
halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu di antara tiga perkara:
orang yang telah menikah berzina, jiwa dengan jiwa, dan orang yang meninggalkan
agamanya berpisah dari jama’ah“.[HR. Bukhari dan Muslim]
PENJELASAN
TENTANG SAHABAT YANG MERIWAYATKAN HADITS
Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu
adalah Sahabat Nabi yang ‘alim dan faqih. Keutamaannya sangat banyak. Sebagian
riwayat menyatakan bahwa beliau adalah orang ke-7 yang masuk Islam. Beliau ikut
dalam perang Badr, ikut dalam 2 kali hijrah.
Ibnu Mas’ud pernah naik ke atas
suatu pohon hingga tersingkap betisnya.
Para Sahabat yang berada di bawah tertawa karena melihat betis Ibnu Mas’ud yang
sangat kecil. Nabi bersabda: Demi Allah yang jiwaku di TanganNya. Sungguh kedua
betis itu lebih berat di timbangan (amal) dibandingkan gunung Uhud (H.R Ahmad,
dishahihkan oleh alHakim dan disepakati oleh adz-Dzahaby)
Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wasallam pernah bersabda : Barangsiapa yang ingin membaca al-Quran persis
sebagaimana diturunkan, maka hendaknya membaca seperti bacaan Ibnu Ummi Abd
(Abdullah bin Mas’ud)(H.R Ahmad, dishahihkan Ibnu Hibban dan alHakim,
adz-Dzahaby menyatakan shahih sesuai persyaratan alBukhari dan Muslim)
Sahabat Nabi Hudzaifah bin
al-Yaman pernah berkata : Demi Allah, sungguh orang-orang yang terjaga dari
kalangan para Sahabat Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam telah mengetahui
bahwa Abdullah (bin Mas’ud) adalah termasuk orang yang memiliki wasilah
terdekat dengan Allah pada hari kiamat (riwayat Ahmad)
Ibnu Mas’ud berkata : Demi Allah
yang Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selainNya, tidaklah ada sebuah
surat dalam Kitabullah kecuali aku mengetahui dalam hal apa surat itu
diturunkan. Tidaklah ada suatu ayat kecuali aku mengetahui dalam hal apa ia diturunkan.
Kalau aku mengetahui ada seseorang yang lebih mengetahui tentang Kitabullah
dibandingkan aku dan bisa ditempuh dengan perjalanan unta, niscaya aku
mendatanginya (riwayat Muslim)
PENJELASAN
HADITS
Dalam hadits ini Nabi
shollallaahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa secara asal darah seorang
muslim adalah haram untuk ditumpahkan. Namun, jika terjadi 3 hal ini, darahnya
menjadi halal untuk ditumpahkan, boleh dibunuh. Akan tetapi, tentunya proses
tersebut hanya boleh dilakukan oleh pemerintah muslim dengan aturan-aturan dan
persyaratan-persyaratan yang telah dijelaskan dalam hukum Islam.
Tiga kelompok orang yang
disebutkan dalam hadits tersebut adalah:
PERTAMA, Seseorang yang sudah pernah
menikah dengan pernikahan yang sah, dan sudah pernah berhubungan suami istri
dalam pernikahan sah tersebut, jika kemudian ia berzina, maka ia berhak
dirajam. Proses dirajam adalah dilempari batu dengan ukuran yang tidak terlalu
besar ke tubuhnya hingga meninggal dunia.
Dari Abdullah bin Abbas beliau
berkata: Umar bin al-Khotthob pernah berkhutbah di atas mimbar (sepeninggal)
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam : Sesungguhnya Allah telah mengutus
Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam secara haq dan menurunkan Kitab kepada
beliau. Di antara yang diturunkan pada Kitab tersebut adalah ayat rajam, yang
kami baca, kami hafal, dan kami pahami. Maka Rasulullah shollallaahu ‘alaihi
wasallam melakukan rajam dan kami pun melakukan rajam setelahnya. Aku khawatir
jika zaman telah berlalu lama ada yang berkata: Kami tidak dapati ayat rajam
dalam Kitab Allah, sehingga mereka sesat dengan meninggalkan kewajiban yang
telah Allah turunkan. Sesungguhnya (perintah) rajam dalam Kitabullah adalah haq
bagi orang yang berzina jika telah muhson (pernah menikah dengan berhubungan suami
istri) bagi laki-laki maupun wanita jika telah tegak bukti, atau wanita hamil,
atau berdasarkan pengakuan (H.R alBukhari dan Muslim)
Dulu, dalam alQuran terdapat ayat
rajam yang dibaca lafadznya oleh kaum muslimin. Kemudian lafadz tersebut
di-mansukh (dihapus) bacaannya, tapi hukumnya tetap. Ayat tersebut berbunyi:
Lelaki dan wanita (yang sudah
menikah) jika keduanya berzina, rajamlah keduanya secara tetap sebagai hukuman
dari Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (H.R Ahmad dari Ubay
bin Ka’ab)
KEDUA, Seseorang membunuh seorang
muslim secara sengaja, bukan secara haq, maka ia bisa di-qishash, dihukum mati.
Hal itu jika ia tidak mendapatkan maaf dari pihak ahli waris terbunuh. Kalau
pihak ahli waris memaafkan, atau hanya meminta ganti rugi dalam bentuk uang,
maka ia tidak harus menjalani hukuman mati.
Wahai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kalian qishash dalam peristiwa pembunuhan. Orang merdeka dengan
orang merdeka, budak dengan budak, wanita dengan wanita. Barangsiapa yang
mendapatkan pemaafan dari saudaranya, hendaknya (yang memaafkan) mengikuti
dengan baik, dan (yang diberi maaf) membayar dengan cara yang baik. Demikian
itu adalah keringanan dan rahmat dari Tuhan kalian… (Q.S al-Baqoroh:178)
Qishash
hukum mati tidak berlaku pada 3 keadaan:
1. Seorang muslim membunuh kafir
Tidaklah seorang muslim dibunuh
(qishash) karena (membunuh) orang kafir (H.R alBukhari dan Muslim)
2. Seorang ayah membunuh anaknya
Tidaklah seorang ayah dibunuh
(qishash) karena (membunuh) anaknya (H.R atTirmidzi)
3. Seorang yang merdeka membunuh
budak. Berdasarkan pendapat Jumhur berdalil dengan surat alBaqoroh ayat 178 di
atas.
KETIGA, seseorang yang murtad, keluar
dari Islam. Tahapan pertama adalah ia diminta bertaubat dan ditegakkan hujjah
padanya. Jika ia kemudian bertaubat, maka itulah yang diharapkan. Namun jika ia
tetap memilih murtad, maka pemerintah muslim menegakkan hukuman mati untuknya.
Nabi bersabda:
Barangsiapa yang mengubah
agamanya (Islam), maka bunuhlah (H.R alBukhari)
PERBUATAN
YANG MENDAPAT HUKUMAN MATI BERDASARKAN HADITS YANG LAIN
Dalam hadits ini Nabi menyebutkan
3 kelompok yang berhak mendapat hukuman mati. Dijelaskan dalam hadits-hadits
yang lain, macam-macam perbuatan yang berhak mendapatkan hukuman mati di
antaranya :
1. Pelaku perbuatan homoseksual,
jika keduanya melakukan atas dasar suka sama suka.
Barangsiapa yang kalian dapati
melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual), maka bunuhlah pelaku dan obyeknya
(H.R atTirmidzi, dishahihkan oleh alHakim dan disepakati adz-Dzahaby)
2. Pelaku sihir
Sahabat Nabi Jundub radhiyallaahu
anhu berkata:
Hukuman pelaku sihir adalah
dipenggal dengan pedang (H.R atTirmidzi)
3. Pemberontak yang ingin
mengkudeta/ menggulingkan pemerintah muslim yang sah
Barangsiapa yang datang hendak
mematahkan tongkat (persatuan) atau memecahbelah jamaah kaum muslimin, padahal
kalian telah bersatu di bawah kepemimpinan seorang (pemimpin), maka bunuhlah ia
(H.R Muslim)
Para Ulama’ –di antaranya al-Imam
anNawawy dalam Syarh Shohih Muslim- menjelaskan bahwa para pemberontak itu
diperangi, dan boleh dibunuh jika memang tidak ada jalan lain kecuali demikian.
Namun, secara asal tujuan diperanginya mereka adalah agar mereka menghentikan
pemberontakan, bukan bertujuan agar mereka terbunuh.
Ada beberapa perbuatan lain yang
berhak mendapatkan hukuman mati berdasarkan dalil-dalil yang shahih, namun
diperselisihkan oleh para Ulama’ apakah hukumnya dimansukh (dihapus) atau
tidak. Namun intinya, pelaksanaan hukuman mati tidak boleh dilakukan secara
perorangan/ kelompok, tapi harus atas perintah dari pemimpin/ pemerintah
muslim. Tidak boleh setiap orang bertindak sendiri-sendiri.
PINTU
TAUBAT SELALU TERBUKA
Penerapan hukuman syar’i bagi
para pelaku dosa-dosa besar adalah sarana penghapus dosa tersebut. Sebagai
contoh, hukuman rajam bagi pelaku zina yang muhshon menyebabkan dosa zina
tersebut terhapuskan. Ia meninggal dalam keadaan tidak membawa dosa zina.
Barangsiapa yang melakukan
(dosa-dosa tersebut) kemudian mendapat hukuman di dunia, maka hal itu menjadi
kaffarah (penghapus dosa) baginya (H.R alBukhari dan Muslim)
Bagaimana jika di suatu tempat
tidak diterapkan hukum Islam terhadap dosa-dosa besar itu, padahal ia ingin
membersihkan dosanya ? Hendaknya orang yang melakukan dosa besar tersebut
bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat (taubat nashuha) dengan cara:
bertaubat dengan ikhlas karena Allah semata, menyesal secara sungguh atas
perbuatannya, meninggalkan perbuatan maksiat tersebut, bertekad kuat untuk
tidak mengulangi lagi selama-lamanya, serta dengan memperbanyak istighfar dan
amal sholeh.
Orang yang bertaubat dengan
sebenar-benarnya akan diampuni oleh Allah, dan ia akan kembali seakan-akan
tidak pernah berbuat dosa tersebut.
Seseorang yang bertaubat dari
dosa, bagaikan ia tidak memiliki dosa sama sekali (H.R Ibnu Majah, sanadnya
dinyatakan hasan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (13/471))
Referensi :
Jaami’ul Uluum wal Hikam karya
Ibnu Rojab
Siyaar A’laamin Nubalaa’ karya
adz-Dzahaby
Syarh al-Arbain anNawawiyyah
karya Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin
Fathul Qowiyyil Matiin karya
Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad
Syarh al-Arbain anNawawiyyah
karya Syaikh Sulaiman alLuhaimid
Sumber: http://www.salafy.or.id/tiga-perbuatan-dengan-ancaman-hukuman-mati/
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer