Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa zakat fitrah adalah zakat yang
diwajibkan karena kaum muslimin tidak lagi berpuasa. Itulah mengapa
zakat fitrah disebut dengan kata fithri karena ada kaitannya dengan
perayaan Idul Fithri. Namun masih dibolehkan jika zakat fitrah
ditunaikan sehari atau dua hari sebelum hari raya. Lantas bagaimana
dengan pendapat sebagian ulama yang membolehkan zakat fitrah di awal
atau pertengahan bulan? Apakah seperti itu benar?
Berikut kami nukil penjelasan dari Ibnu Qudamah Al Maqdisi dalam kitab beliau Al Mughni. Beliau rahimahullah berkata,
Jika zakat fithri dibayarkan satu atau dua hari sebelum Idul Fithri, itu sah.
Ringkasnya, boleh saja mendahulukan pembayaran zakat fithri satu atau
dua hari sebelum Idul Fithri, namun tidak diperkenankan lebih daripada
itu.
Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma berkata,
كَانُوا يُعْطُونَهَا قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
"Mereka (para sahabat) dahulu menyerahkan zakat fithri satu atau dua hari sebelum Idul Fithri." (HR. Bukhari dan Abu Daud).
Sebagian ulama Hambali berpendapat boleh menyerahkan zakat fitrhi
lebih segera, yaitu setelah pertengahan bulan Ramadhan. Sebagaimana
boleh menyegerakan adzan Shubuh atau keluar dari Muzdalifah (saat haji,
pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah wukuf di Arafah, -pen) setelah
pertengahan malam.
Adapun Imam Abu Hanifah, beliau berpendapat boleh menunaikan zakat
fithri dari awal tahun. Karena zakat fithri pun termasuk zakat, sehingga
serupa dengan zakat maal (zakat harta).
Imam Syafi'i berpendapat boleh menunaikan zakat fithri sejak awal
bulan Ramadhan sebab adanya zakat fithri adalah karena puasa dan
perayaan Idul Fithri. Jika salah satu sebab ini ditemukan, maka sah-sah
saja jika zakat fithri disegerakan sebagaimana pula zakat maal boleh
ditunaikan setelah kepemilikan nishob.
Adapun menurut pendapat kami, sebagaimana diriwayatkan dari Al
Juzajani, ia berkata, telah menceritakan pada kami Yazid bin Harun, ia
berkata, telah mengabarkan pada kami Abu Ma'syar, dari Nafi', dari Ibnu
'Umar, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dahulu memerintahkan pada hari Idul Fithri (kata Yazid) di mana beliau bersabda,
أَغْنَوْهُمْ عَنْ الطَّوَافِ فِي هَذَا الْيَوْمِ
"Cukupilah mereka (fakir miskin) dari meminta-minta pada hari ini (Idul Fithri)." (HR. Ad Daruquthniy dalam sunannya dan Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubro). Perintah mencukupi fakir miskin di sini bermakna wajib. Jika
zakat fithri tersebut diajukan jauh-jauh hari, maka tentu maksud untuk
mencukupi orang miskin pada hari raya Idul Fithri tidak terpenuhi. Karena sebab wajibnya zakat fithri karena adanya Idul Fithri. Itulah mengapa zakat fithri disandarkan pada kata fithri.
Sedangkan zakat maal dikeluarkan karena telah mencapai nishob. Maksud
zakat maal juga adalah untuk memenuhi kebutuhan fakir miskin setahun
penuh. Jadi, zakat maal sah-sah saja dikeluarkan sepanjang tahun. Adapun
zakat fithri itu berbeda karena maksudnya adalah mencukupi fakir miskin
di waktu tertentu. Oleh karenanya, zakat fithri tidak boleh didahulukan
dari waktunya.
Jika mendahulukan zakat fithri satu atau dua hari sebelumnya, itu
masih dibolehkan. Sebagaimana ada riwayat dari Bukhari dengan sanadnya
dari Ibnu 'Umar, ia berkata,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ .
وَقَالَ فِي آخِرِهِ : وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dari bulan Ramadhan." Disebutkan di akhir hadits, "Mereka para sahabat menunaikan zakat fithri sehari atau dua hari sebelum hari raya."
Perkataan ini menunjukkan bahwa inilah waktu yang dipraktekkan oleh
seluruh sahabat, sehingga hal ini bisa disebut kata sepakat mereka
(baca: ijma'). Karena mendahulukan zakat fithri seperti itu tidak
menghilangkan maksud penunaian zakat fithri. Karena harta zakat fithri
tadi masih bisa bertahan keseluruhan atau sebagian hingga hari 'ied.
Sehingga orang miskin tidak sibuk keliling meminta-minta (untuk
kebutuhan mereka) pada hari 'ied. Itulah zakat, boleh saja didahulukan
beberapa saat dari waktu wajibnya seperti zakat maal. Wallahu a'lam. [Al Mughni, 4: 300-301]
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Referensi:
Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, terbitan Dar 'Alamil Kutub, cetakan tahun 1432 H.
---
@ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Gunungkidul, ba'da Maghrib, 25 Ramadhan 1434 H
Artikel Rumaysho.Com
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer