Assalamu’alaikum,
numpang tanya, dalam keadaan sedang junub dan haid apakah seseorang
wajib mengumpulkan rambut yang rontok kemudian mencucinya sebelum mandi
besar? dan bagaimanakah hukumnya seseorang yang dalam keadaan haid dan
junub, apakah dia harus mandi dua kali atau hanya cukup mandi satu kali
saja saat suci dengan niat mandi suci karena haid sekaligus mandi
janabah karena junub? sekian pertanyaannya, terima kasih
Dari: Rina nadlir
Jawaban:
Wa alaikumus salam, Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
A’isyah radhiyallahu ‘anha menceritakan pengalaman hajinya bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika itu, Aisyah melaksanakan haji Tamattu’, dan beliau datang ke
Mekah untuk umrah. Di tengah menjalankan manasiknya, beliau mengalami
haid.
فَقَدِمْتُ
مَكَّةَ وَأَنَا حَائِضٌ، وَلَمْ أَطُفْ بِالْبَيْتِ، وَلاَ بَيْنَ
الصَّفَا وَالمَرْوَةِ، فَشَكَوْتُ ذَلِكَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «انْقُضِي رَأْسَكِ وَامْتَشِطِي وَأَهِلِّي
بِالحَجِّ، وَدَعِي العُمْرَةَ»
“Ketika
sampai Mekah, aku mengalami haid. Sementara aku belum tawaf di ka’bah
dan belum sai antara shafa dan marwah. Akupun mengadukan keadaanku
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau menyarankan,
‘Lepas gelungan rambutmu, bersisirlah, ikrarkan haji dan tinggalkan
umrah.” (HR. Bukhari 4395 dan Muslim 1211).
Dalam Fatwa Islam (no. 101285) dinyatakan,
فالامتشاط غالبا ما يصاحبه تساقط بعض الشعر ، ومع ذلك أذن به النبي صلى الله عليه وسلم للمحرم والحائض
Menyisir rambut, umumnya disertai
kerontokan sebagian rambut. Meskipun demikian, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengizinkan orang yang sedang ihram atau sedang haid untuk
melakukannya.
Syikhul Islam pernah ditanya, apakah kuku atau rambut yang dipotong
pada saat junub, akan dimintai pertanggung jawaban ketika hari kiamat?
Jawaban beliau,
قد ثبت
عن النبي صلى الله عليه وسلم من حديث حذيفة ومن حديث أبي هريرة رضي الله
عنهما أنه لما ذكر له الجنب قال ( إِنَّ المُؤْمِنَ لَا يَنْجُسُ ) وفي
صحيح الحاكم ( حَيًّا وَلَا مَيتًا )
Terdapat hadis shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Hudzifah dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa ketika beliau menyebut masalah junub, beliau mengatakan,
إِنَّ المُؤْمِنَ لَا يَنْجُسُ
“Sesungguhnya mukmin tidak najis.”
Kemudian dalam Mustadrak Al-Hakim ada tambahan,
حَيًّا وَلَا مَيتًا
“Mukmin tidak najis, baik masih hidup maupun sudah meninggal.”
Setelah menyebutkan dalil di atas, Syaikhul Islam melanjutkan,
وما
أعلم على كراهية إزالة شعر الجنب وظفره دليلا شرعيا ، بل قد قال النبي صلى
الله عليه وسلم للذي أسلم : أَلْقِ عَنكَ شَعرَ الكُفرِ وَاختَتِن ) رواه
أبو داود) فأمر الذي أسلم أن يغتسل ، ولم يأمره بتأخير الاختتان وإزالة
الشعر عن الاغتسال ، فإطلاق كلامه يقتضي جواز الأمرين ، وكذلك تؤمر الحائض
بالامتشاط في غسلها ، مع أن الامتشاط يذهب ببعض الشعر
Saya tidak mengetahui adanya
dalil syar’i yang menyatakan makruh untuk memotong rambut atau kuku bagi
orang junub. Bahkan sebaliknya terdapat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada orang yang hendak masuk islam,
‘Buang rambut kekufuranmu (rambut
ketika belum masuk islam) dan lakukanlah khitan.’ (HR. Abu Daud).
Beliau memerintahkan orang yang hendak masuk islam untuk mandi, namun
beliau tidak menyuruhnya untuk khitan dan mencukur rambut setelah mandi.
Sabda beliau yang bersifat umum ini menunjukkan bahwa keduanya boleh
(mandi dulu atau khitan dulu). Demikian pula, wanita haid diperintahkan
untuk menyisir rambut ketika mandi, padahal menyisir rambut menyebabkan
sebagian rontok. (Majmu’ Fatawa, 21/121).
Berdasarkan beberapa dalil dan
keterangan di atas, tidak ada kewajiban bagi wanita haid atau orang
junub untuk mengumpulkan rambutnya yang rontok. Demikian pula mereka
dibolehkan untuk memotong kuku ketika haid atau junub, dan tidak harus
ikut dimandikan.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer