Mohon tanggapan..
Saat ini sedang ramai ada ustaz mata duitan. Dari mulai minta upah 10 juta, hingga fasilitas mewah. Bahkan sampai infak dibagi dua. Bukti mata duitannya sampai diunggah di youtube oleh panitianya. Anda bs liat di: http://youtu.be/A8-EKiWLWhM
Bagaimana islam memandang hal ini.. Trim’s
Saat ini sedang ramai ada ustaz mata duitan. Dari mulai minta upah 10 juta, hingga fasilitas mewah. Bahkan sampai infak dibagi dua. Bukti mata duitannya sampai diunggah di youtube oleh panitianya. Anda bs liat di: http://youtu.be/A8-EKiWLWhM
Bagaimana islam memandang hal ini.. Trim’s
Dari: Muslim di Bumi Allah (aaxxxxx@yahoo.com)
Jawaban
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Dalam kasus semacam ini, ada dua pembahasan yang perlu kita bedakan,
Pertama, nasehat
untuk para juru dakwah agar mengikhlaskan niat dalam berdakwah. Bukan
mengejar materi, dunia atau ketenaran. Semua kaum muslimin yang beriman
kepada Allah dan hari akhir, telah sepakat bahwa syarat diterimanya
ibadah adalah ikhlas karena mengharap ridha Allah.
Dari Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا
الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ، وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ
هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ
وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا، أَوِ
امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Amal
itu tergantung niatnya, dan apa yang diperoleh seseorang sesuai apa
yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasu-Nya maka
hijrahnya diterima untuk Allah dan Rasul-Nya. Namun siapa yang hijrahnya
untuk mendapatkan dunia atau wanita yang ingin dia nikahi, maka dia
hanya akan mendapatkan apa yang menjadi tujuannya.” (HR. Bukhari 54 & Muslim 1907)
Mengingat semua dai dan tokoh agama memahami ini, kita tidak membahasnya terlalu panjang.
Kedua, nasehat
untuk para masyarakat tentang pentingnya mencari sumber ilmu yang benar.
Karena tidak semua orang yang dianggap tokoh agama, dai atau ustad,
layak diambil ilmunya dan layak diikuti pendapatnya. Ada model penyebar
dakwah yang Allah hinakan dalam Al-Quran disebabkan semangatnya untuk
meraup keuntungan dunia melalui dakwahnya. Dengan sifat ini, tentu saja
mereka termasuk ulama su’u (ulama jahat).
وَقَطَّعْنَاهُمْ
فِي الْأَرْضِ أُمَمًا مِنْهُمُ الصَّالِحُونَ وَمِنْهُمْ دُونَ ذَلِكَ
وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (
) فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ وَرِثُوا الْكِتَابَ يَأْخُذُونَ
عَرَضَ هَذَا الْأَدْنَى وَيَقُولُونَ سَيُغْفَرُ لَنَا وَإِنْ يَأْتِهِمْ
عَرَضٌ مِثْلُهُ يَأْخُذُوهُ أَلَمْ يُؤْخَذْ عَلَيْهِمْ مِيثَاقُ
الْكِتَابِ أَنْ لَا يَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ وَدَرَسُوا
مَا فِيهِ وَالدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلَا
تَعْقِلُونَ
Kami
bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya
ada orang-orang yang saleh dan di antaranya ada yang tidak demikian. dan
Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang
buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). Maka datanglah
sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang
mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: “Kami akan
diberi ampun”. dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia
sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah
Perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, Yaitu bahwa mereka tidak
akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, Padahal mereka telah
mempelajari apa yang tersebut di dalamnya?. dan kampung akhirat itu
lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka Apakah kamu sekalian tidak
mengerti? (QS. Al-A’raf: 168 – 169)
Allah menceritakan keadaan
sebagian ulama bani Israil. Mereka mewarisi Al-Kitab (taurat) dan
membacanya, namun mereka tamak dengan harta yang rendah. Mereka
mengklaim bahwa dirinya akan diampuni, karena sikap yang terlalu percaya
diri.
Itulah gambaran ulama su’u, yang menjadikan motivasi dakwahnya hanya dunia dan dunia. (simak Tafsir As-Sa’di, hlm. 307)
Cari Sumber Ilmu yang Baik
Ibnul Qoyim menjelaskan bahwa
diantara syarat ilmu itu bisa bermanfaat adalah adanya muatsir muqtadhin
[arab: مؤثر مقتض], artinya pemberi pengaruh yang kuat. Dan itu bisa
terjadi jika yang menjadi sumber ilmu adalah sesuatu yang baik.
Allah ta’ala menjamin para sahabat tidak akan menjadi kafir, selama
di tengah-tengah mereka masih ada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ
“Bagaimana
mungkin kalian menjadi kafir, sementara dibacakan ayat Allah kepada
kalian dan di tengah-tengah kalian ada rasul-Nya.” (QS. Ali Imran: 101).
Mereka mendapatan jaminan untuk
tetap berada di atas iman, salah satu sebab terbesarnya adalah adanya
guru yang luar biasa di tengah-tengah mereka. Guru yang memberikan
pendidikan iman sempurna, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Karena itulah, ulama masa silam
tidak sembarangan dalam mencari guru. Mereka sadar bahwa tidak semua
orang yang dianggap berilmu, layak untuk diambil ilmunya.
Imam Muhammad bin Sirin – seorang ulama tabiin – pernah memberikan nasehat,
إن هذا العلم دين فانظروا عمن تأخذونه
“Sesungguhnya ilmu syariah itu bagian dari agama. Karena itu, perhatikanlah, dari siapa kalian mengambilnya.”
Para ulama juga memahami, dalam mencari sumber ilmu, mereka akan mempertanggung jawabkan hal itu di hadapan Allah ta’ala.
Imam As-Syafii pernah mengatakan tentang gurunya, Imam Malik,
رضيت بمالك حجة بيني وبين الله
“Saya ridha imam Malik sebagai hujjah antara aku dengan Allah.”
Karena mencari sumber ilmu tidak
lepas dari keterlibatan hawa nafsu. Bisa saja seseorang memilih ulama
yang sesuai seleranya, sekalipun dia sadar, pendapat itu jelas
bertentangan dengan kebanaran. Anggapan sebagian orang, biar nanti Pak
Kyai yang bertanggung jawab di hadapan Allah, saya hanya mengikuti, ini
adalah anggapan yang berbahaya. Sekalipun kita mengikuti, tapi kelak di
hadapan Allah, masing-masing akan mempertanggung jawabkan amalnya
sendiri-sendiri.
Sekali lagi, tidak semua orang
yang dianggap berilmu layak untuk diambil ilmunya. Mereka yang dianggap
berilmu, namun berkepribadian ‘matre’, ‘mata duitan’, tidak selayaknya
diambil ilmunya. Karena ini diantara ciri ulama su’u, yang
berkepribadian buruk.
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer