Fatwa Syaikh Abdul Aziz Ath Tharifi
Soal:
Seorang wanita shalihah yang senantiasa mengerjakan berbagai macam amalan ibadah dan amalan Ramadhan, ketika dia haid, apakah dia termasuk dalam sabda Nabi, “Jika
seorang ahli ibadah jatuh sakit atau safar, ia tetap diberi
pahala ibadah sebagaimana ketika ia sehat atau sebagaimana ketika ia
tidak dalam safar”?
Jawab:
Mengenai hal ini, ada disebutkan dalam Shahihain sebuah hadits dari Abu Musa al Asy’ari bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
إذا مرض العبد أو سافر كتب له مثل ما كان يعمل مقيما صحيحا
“Jika seorang ahli ibadah jatuh sakit atau safar, ia tetap diberi
pahala ibadah sebagaimana ketika ia sehat atau sebagaimana ketika ia
tidak dalam safar”
Mengenai hadits ini para ulama berbeda pendapat apa bisa juga
diterapkan pada wanita yang haid atau mengalami nifas sehingga mereka
tidak bisa menunaikan beberapa kewajiban mereka, apakah Allah pun kan
memberikan pahala kepada mereka walau mereka tidak bisa mengerjakan
sebagian kewajibannya. Sebagian berpendapat mereka tetap mendapatkan
pahala, sebagian berpendapat tidak. Imam Nawawi telah membawakan 2
pendapat ini dalam kitab Al Minhaj. Namun yang nampak lebih kuat adalah bahwa mereka mendapatkan pahalanya –dengan izin Allah-.
Pahala yang didapatkan mereka tergantung dengan kebiasaan mereka.
Apabila wanita tersebut orang yang banyak shalat, banyak berpuasa,
banyak istighfar, banyak berdoa, maka dituliskan bagi dia pahala seperti
kebiasaan dia sebelumnya. Maka pahala yang dituliskan akan berbeda-beda
pada setiap perempuan.
Dalam hadits ini pun terdapat isyarat bahwa apabila seseorang tidak
bisa mengerjakan sebuah kewajiban yang bukan disebabkan karena
keinginannya dan dia mengerjakan rukhsah yang Allah berikan maka Allah kan mencatat pahalanya dengan sempurna, baik untuk perempuan atau untuk laki-laki.
Ketika haid, seorang perempuan meninggalkan shalat atau puasanya
karena perintah Allah, maka meninggalkan sebagian ibadah ini juga
merupakan bentuk ibadah sehingga dia pun tetap mendapatkan pahala.
Namun sebagian orang mempermasalahkan hal ini dengan hadits kurangnya
agama seorang wanita, kemudian ketika ditanyakan maksudnya, Rasulullah
menjawab
قَالَ: أَلَيْسَتْ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ
“Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa?”, jawab beliau. (HR. Bukhari no. 1462 dan Muslim no. 79)
Maka maksud hadits ini adalah, bahwa seseorang itu akan sempurna
apabila dia orang yang bisa mengerjakan ibadah secara utuh dan tidak
menjadi orang yang punya alasan untuk tidak melaksanakan ibadah. Maka
orang yang memiliki kewajiban untuk menjalankan ibadah dan dia
menjalankannya, tentunya berbeda dengan seseorang yang tidak bisa
menjalankannya karena alasan yang dibenarkan walaupun tetap dituliskan
baginya pahala.
Oleh karenanya kita katakan, apabila seseorang beribadah maka dia kan
mendapatkan tambahan keimanan dan merasakan lezatnya beribadah. Berbeda
dengan orang yang tetap mendapatkan pahalanya namun dia tidak bisa
melaksanakan ibadah tersebut, dia tidak mendapatkan tambahan keimanan
dan lezatnya beribadah, maka inilah perbedaan antara amalan laki-laki
yang tidak memiliki alasan untuk tidak beribadah (karena haid atau nifas –pent) dengan amalan perempuan yang ada alasan untuk meninggalkan sebagian ibadah.
Artikel Muslimah.Or.Id
Penerjemah: Amrullah Akadhinta, ST.
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer